Skip to main content

Menguak Misteri Alzheimer


Penyakit Alzheimer memang menyimpan banyak misteri. Dari sejumlah penelitian terbaru, selubung misteri tersebut akhirnya sedikit demi sedikit mulai terbuka lebar.

Sejumlah peneliti sedang mengembangkan alat tes memori sederhana yang dapat membantu menentukan kapan seseorang menderita kepikunan dan masalah penalaran sinyal otak seperti pada penyakit Alzheimer.


Perbedaan Otak normal dan yang sudah menderita Alzheimer
Perbedaan Otak normal dan yang sudah menderita Alzheimer

Dalam sebuah studi dalam jurnal Alzheimer Disease and Associated Disorders, ahli saraf Dr Douglas Scharre dari Ohio State University Medical Center, Amerika Serikat, melaporkan bahwa alat tes tersebut dapat mendeteksi hingga 80 persen orang dengan masalah otak dan memori ringan.

Dalam studi ini terungkap orang yang memiliki otak dengan fungsi yang baik, hal mana salah menunjukkan orang tersebut mempunyai masalah, berjumlah 5 persen di antara orang dengan memori normal.

Dalam data yang dirilis, Scharre juga mengatakan, tes tersebut bisa membantu orang mendapatkan perawatan yang cocok untuk kondisi penyakit seperti Alzheimer ini.Yang menjadi kendala, tutur dia, dan ini terus berulang adalah orang-orang datang tidak di awal diagnosis.

Hal lain, lanjut dia, pihak keluarga enggan membuat pengakuan terhadap penderita karena mereka tidak ingin mengetahui hal terburuk dari diri mereka diketahui.

”Apa pun alasannya,ini patut disayangkan karena obat yang kami gunakan sekarang bekerja lebih baik dari sebelumnya,” kata Scharre seperti dikutip HealthdayNews.com.

Tes tersebut dapat dilakukan secara tertulis. Scharre menuturkan, tes ini dapat membantu orang yang tidak nyaman dengan teknologi seperti komputer. Tes ini hanya butuh waktu 15 menit untuk menyelesaikannya dan tersedia bebas bagi para pekerja yang peduli kesehatan di www.sagetest.osu.edu.

”Mereka bisa mengikuti tes di ruang tunggu sambil menunggu dokter,” ujar Scharre.

”Tes abnormal ini dapat menunjukkan peringatan dini bagi para keluarga pasien,” terang Scharre.

Hasilnya dapat memberikan tanda bagi para pengasuh manula untuk mulai lebih intensif memantau kondisi pasien untuk memastikan keselamatan dan kesehatannya.

Hal itu tentu akan memproteksi pasien dari para ”predator” finansial. Dalam studi ini, 254 orang berusia 59 tahun ke atas telah menjalankan tes ini. Dari kesemuanya, 63 orang di antaranya memerlukan perawatan klinis secara mendalam untuk mengevaluasi level kemampuan kognitifnya.

Studi lain menunjukkan fakta bahwa orang dengan riwayat keluarga yang menderita Alzheimer ternyata memiliki gumpalan protein beracun di otak mereka, bahkan meskipun mereka diketahui sangat sehat. Penelitian ini dilakukan oleh New York University Langone Medical Center, Amerika Serikat.


Peneliti mengemukakan bahwa hasil temuan ini dapat mengarah pada cara-cara baru untuk mengidentifikasi orang yang paling memiliki kemungkinan tertinggi untuk menderita penyakit Alzheimer, ketika masih ada waktu untuk melakukan sesuatu.

”Harapannya, suatu saat kalangan medis dapat mendiagnosis dengan tepat dan jelas proses sebelum gejala-gejala muncul Alzheimer, ketika otak masih sehat. Maka perawatan akan memiliki kesempatan terbaik untuk sukses,” kata Lisa Mosconi dari New York University Langone Medical Center New York University, Amerika Serikat.

Hal ini diungkapkannya dalam jurnal The Proceedings of the National Academy of Sciences. Tim peneliti terus mengikuti para partisipan dalam penelitian ini untuk melihat apakah mereka juga akan terkena demensia dan mereka ingin meniru temuan dalam sebuah studi yang jauh lebih besar.

Sebagian tim telah bekerja pada cara yang lebih baik untuk mendeteksi stadium awal Alzheimer dengan harapan pengembangan obat yang bisa melawan sebelum menimbulkan kerusakan lebih jauh.

Perawatan saat ini tidak dapat membalikkan jalannya otak penderita Alzheimer, namun ”merampok” pikiran sehingga menyebabkan demensia yang memengaruhi lebih dari 26 juta orang di seluruh dunia.

Tim peneliti Mosconi menggunakan teknik pencitraan yang disebut emisi positron tomografi atau PET dengan pewarna fluorescent yang disebut Pittsburgh Senyawa B.

Senyawa ini menimbulkan gumpalan protein yang disebut amiloid beta yang merupakan ciri penyakit Alzheimer. Tim peneliti mencitrakan otak dari 42 orang dengan usia rata-rata 65 tahun, dengan fungsi otak yang sehat.

Dari jumlah tersebut, 14 orang wanita yang menderita Alzheimer, 14 pria dengan penyakit ini dan 14 orangtua dengan fungsi otak yang sehat. Scan otak dari 42 orang tersebut menunjukkan bahwa mereka yang orangtuanya –baik ayah atau ibu- memiliki Alzheimer lebih cenderung memiliki amiloid plak dalam otak mereka. Hal ini khususnya berlaku pada orang yang ibunya Alzheimer.

”Mereka telah memiliki ‘deposito’ 20 persen lebih banyak beta amiloid di otak mereka. Dengan kata lain, mereka memiliki risiko hampir empat kali lebih besar untuk patologi beta amiloid,” ujar Mosconi.

Temuan penelitian ini menegaskan kembali bahwa memiliki seorang ibu dengan Alzheimer dapat menjadi faktor risiko yang lebih besar untuk menderita Alzheimer.

”Sepertinya jika Anda memiliki ibu sejarah penyakit Alzheimer, risiko plak amiloid beta dan pengurangan aktivitas otak adalah jauh lebih besar dibandingkan dengan memiliki seorang ayah dengan kondisi yang sama,” imbuh Mosconi.

Setelah usia lanjut, kata Mosconi, sejarah keluarga Alzheimer adalah tunggal untuk meningkatkan faktor risiko terbesar untuk menyebarkan penyakit ini. Tidak semua orang yang memiliki plak amiloid beta dalam otak mereka berkembang menjadi penyakit Alzheimer.

”Memiliki plak tidak meningkatkan risiko (Alzheimer),” tuturnya.

Definisi penyakit Alzheimer merupakan salah satu bentuk demensia yang paling sering ditemukan di klinik. Demensia adalah gejala kerusakan otak yang mengganggu kemampuan seseorang untuk berpikir, daya ingat, dan fungsi berbahasa. Hal tersebut membuat pasien demensia kesulitan untuk melakukan aktivitas sehari-hari.

Nama penyakit Alzheimer berasal dari nama Dr Alois Alzheimer, dokter berkebangsaan Jerman yang pertama kali menemukan penyakit ini pada tahun 1906. Dr Alzheimer memerhatikan adanya perubahan jaringan otak pada wanita yang meninggal akibat gangguan mental yang belum pernah ditemui sebelumnya.    


Sumber: okezone.com

Comments

terima kasiah atas infromasinya dokk. .salam kenal dan salam sehatt!!!

Popular posts from this blog

Waspadai Bercak Putih di Retina Mata Anak

BERCAK putih di retina mata anak bisa jadi penanda awal keganasan kanker bola mata. Ini harus segera diwaspadai. Jika dilihat sepintas, tak ada yang aneh dengan Abiyyu, 12 tahun. Seperti anak-anak lain seusianya, bocah lelaki kelas enam SD Surya Bahari, Tangerang, ini tampak ceria bermain petak umpet, ikut senam kesegaran jasmani di sekolah, bertanding sepak bola, dan menjaring serangga di lapangan. Bersama dua temannya, dia juga tampak kompak menyanyikan lagu Oke milik duo T2 sambil sesekali terdengar gelak tawa khas keceriaan anak-anak. Bercak Putih Pada Mata - Tanda Kanker Retina Lantas, apa yang berbeda dari Abiyyu? Di balik kacamata yang senantiasa dikenakannya, siapa sangka bila bocah bernama lengkap Achmad Abiyyu Sofyan ini hanya punya satu mata kiri untuk melihat. Empat tahun lalu, keganasan kanker bola mata membuat Abiyyu harus merelakan bola mata kanannya diangkat untuk kemudian digantikan mata palsu yang hanya kosmetik semata. "Kata dokter, kalau tidak diangkat,

"Kok, mata anakku sering berair, ya?"

PADA bayi, saluran air mata kadang belum sempurna. Pada saat normal, air mata keluar dari kelenjar lacrimalis (memproduksi air mata) yang bertujuan agar air mata selalu basah dan lembap. Kemudian, air mata ini keluar melalui saluran di bagian ujung mata bagian dalam (medial) dan masuk melalui hidung. Secara normal, kita tidak merasa air mata itu berproduksi terus karena produksi dan pengeluarannya teratur. Keadaan berubah bila produksi air mata bertambah, seperti menangis atau sumbatan pada pada pangkal hidung, sehingga air mata tersebut meningkat dan terlihat berair. Jika kondisi tersebut dialami si kecil, tentu Anda akan berpikir, mengapa bisa demikian? Apakah hal tersebut normal dialami oleh setiap bayi? Kata orangtua jaman dulu, biar cepet sembuh harus dijilat oleh sang ibu. Apakah teori itu benar? Lantas, bagaimana perawatannya?

Ditemukan, Vaksin AIDS pada Tubuh ODHA

PENELITI Amerika selangkah lebih dekat untuk mengembangkan vaksin melawan virus AIDS yang mematikan. Mereka menemukan antibodi yang mampu membunuh 91 persen virus HIV. Ilmuwan menemukan tiga antibodi kuat dalam sel tubuh seorang pria gay keturunan Afrika-Amerika berusia 60 tahun yang dijuluki Donor 45. Bahkan satu di antaranya adalah antibodi yang menetralisir lebih dari 91 persen virus HIV. Tubuh pria tersebut membuat antibodi secara alami. Demikian okezone lansir dari NY Daily News, Senin (12/7/2010). Dalam kasus Donor 45—yang antibodinya tidak menyelamatkan dirinya dari tertular HIV—peneliti menyaring sekira 25 juta sel untuk menemukan puluhan sel yang nantinya bisa menghasilkan antibodi yang kuat. Pria tersebut kemungkinan besar sudah tertular virus HIV sebelum tubuhnya mulai memroduksi antibodi. Hingga kini, ia masih hidup, dan telah mengidap HIV selama 20 tahun pada saat darahnya diambil.