MENURUT penelitian, 15 hingga 30 persen ibu hamil yang melahirkan normal berisiko mengalami kelainan otot dasar panggul. Tapi hal ini bisa dihindari, kok! Bagaimana caranya?
Keluhan Pascamelahirkan
“Kehamilan ataupun proses persalinan yang tidak aman dapat menempatkan BuMil pada kondisi disfungsi (kelemahan atau kerusakan) otot dasar panggul, salah satunya bisa menimbulkan prolaps organ panggul,” sebut dr. Budi Iman Santoso, SpOG(K) dari Divisi Urokeginelogi Departemen Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/RSCM.
Disfungsi dasar panggul termasuk yang sering dikeluhkan wanita pascamelahirkan. Sayangnya, masalah kesehatan panggul wanita kurang diperhatikan. Padahal bila tak segera ditangani, disfungsi dasar panggul ini dapat menurunkan kualitas hidup perempuan, misalnya, keluar urin atau kentut saat sedang melakukan hubungan suami isteri, terjadi inkontinensia urin (tiba-tiba buang air kecil tanpa disadari, contoh saat batuk), inkontinensia alvi (tidak bisa menahan kentut atau tidak bisa menahan feses/ buang air besar), konstipasi kronis (sembelit), hingga prolaps (penurunan) organ panggul atau sering disebut awam “turun peranakan” dimana otot panggul menjadi begitu lemah dalam menyangga organ seperti kandung kemih dan uterus yang menyebabkan organ tersebut turun.
Penyebab
Meski persalinan pertama berkontribusi terbesar dalam menyebabkan kelainan dasar panggul, namun demikian ada beberapa faktor penyebab lain, yakni: BuMil yang mengalami proses persalinan yang terlalu sering, cara persalinan yang salah, berat badan bayi yang berukuran terlampau besar yaitu lebih dari 3325 gram, primatua (kehamilan di atas usia 35 tahun), lamanya persalinan kala II lebih dari 1 jam, indeks masa tubuh abnormal, gaya hidup bumil seperti merokok dan minum-minuman alkohol, ataupun faktor ginekologi seperti riwayat histerektomi (pengangkatan rahim), atau penuaan dan menopouse yang berkaitan dengan hormonal.
Cara Pencegahan
Saat ini, pihak kedokteran sudah menggunakan sistem skoring terkini untuk memprediksi terjadinya kelainan otot dasar panggul. “Metode skoring baru dikembangkan di Womens Health Center, RSCM Kencana. Bila skoring menunjukkan risiko kerusakan otot dasar panggul (levator ani) adalah rendah, maka pasien dapat diyakinkan untuk memilih persalinan normal tanpa ada rasa khawatir mengalami disfungsi dasar panggul,” ungkap dr. Budi.
Selain lewat sistem skoring, lanjutnya, kelainan otot dasar panggul sebenarnya bisa dicegah oleh beberapa cara, antara lain:
- Tindakan episiotomi (pengguntingan perineum atau jalan lahir) - sebaiknya jangan dilakukan jika tidak ada indikasi! Kalau terpaksa dilakukan tindakan episiotomi, maka hindari terjadinya robekan levator ani hingga mencapai derajat 3 atau 4.
- Atur pernapasan saat bumil mengejan.
- Jika pembukaan sudah sempurna, sebaiknya BuMil jangan mengejan lebih dari 65 menit.
- Usahakan selama pemeriksaan kehamilan, berat badan janin dalam kandungan tidak melebihi angka 3.325 gram (3,325 kg).
- Bumil melakukan senam kegel/senam hamil, yang berguna untuk memperkuat otot-otot dasar panggul utamanya levator ani, sehingga bisa memperkuat otot-otot saluran kandung kemih yang bisa mencegah mengompol serta menguatkan otot-otot vagina.
Jangan Langsung Pilih Caesar
Disfungsi otot dasar panggul merupakan suatu epidemi tersembunyi yang besar permasalahannya masih belum banyak diketahui. Diduga 50 persen perempuan yang pernah melahirkan akan mengalami prolaps organ panggul.
Sayangnya, menurut penelitian, diperkirakan 2,5 persen dari seluruh persalinan pertama dilakukan dengan cara cesar yang dilakukan atas permintaan BuMil tanpa adanya indikasi medik. Salah satu alasannya, hanya karena rasa khawatir bumil akan terjadinya disfungsi dasar panggul setelah menjalani persalinan normal.
“Padahal, persalinan sesar tanpa indikasi hanya mampu melindungi 1 dari 7 ibu yang akan mengalami disfungsi dasar panggul akibat persalinan normal. Sedangkan, risiko mortalitas dan morbiditas persalinan cesar meningkat lima kali dibanding proses persalinan normal. Belum lagi, risiko setelah melahirkan dan masa rawat inap yang lebih lama,” tambah dr. Budi.
Latihan Otot Dasar Panggul
Sebenarnya, untuk menanggulangi masalah ini, hanya diperlukan peningkatan kesadaran BuMil untuk melakukan pemeriksaan kehamilan yang baik. Dari segi medis, penting untuk mempertinggi akses layanan dan fasilitas kesehatan.
“Dengan memberi edukasi kepada para perempuan agar melakukan latihan otot dasar panggul dan edukasi kepada dokter umum serta bidan mengenai robekan perineum III atau IV, maka risiko disfungsi dasar panggul ini dapat dihindari,” terang dr. Budi.
Perlunya Manajemen Reproduksi
Ahli kandungan lainnya, dr. Aria Wibawa, SpOG(K) juga menekankan, bahwa dengan perencanaan atau manajemen reproduksi yang baik, maka pasutri (pasangan suami isteri) dapat merencanakan dan mempersiapkan agar proses tersebut berjalan lancar dan memperoleh hasil yang optimal.
Dikatakannya, teknik terkini memungkinkan bidang kedokteran mendeteksi dan memprediksi hasil luaran janin untuk melakukan optimalisasi kondisi ibu, pertumbuhan janin, koreksi dini dan terapi/ intervensi jika diperlukan, baik selama dalam proses kehamilan (intra uteri) maupun setelah proses melahirkan.
“Ibarat membangun sebuah rumah atau gedung yang kompleks. Tentunya akan berbeda rumah yang dibangun tanpa perencanaan dengan yang direncanakan. Perempuan sangat mendominasi dan berperan dalam setiap proses, mulai dari rencana pembentukan (prakonsepsi), pembentukan (konsepsi), kehamilan, persalinan, nifas dan laktasi (early life) serta pengaturan kehamilan selanjutnya,” tutupnya.
Sumber: Mom & Kiddie
Keluhan Pascamelahirkan
“Kehamilan ataupun proses persalinan yang tidak aman dapat menempatkan BuMil pada kondisi disfungsi (kelemahan atau kerusakan) otot dasar panggul, salah satunya bisa menimbulkan prolaps organ panggul,” sebut dr. Budi Iman Santoso, SpOG(K) dari Divisi Urokeginelogi Departemen Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/RSCM.
Disfungsi dasar panggul termasuk yang sering dikeluhkan wanita pascamelahirkan. Sayangnya, masalah kesehatan panggul wanita kurang diperhatikan. Padahal bila tak segera ditangani, disfungsi dasar panggul ini dapat menurunkan kualitas hidup perempuan, misalnya, keluar urin atau kentut saat sedang melakukan hubungan suami isteri, terjadi inkontinensia urin (tiba-tiba buang air kecil tanpa disadari, contoh saat batuk), inkontinensia alvi (tidak bisa menahan kentut atau tidak bisa menahan feses/ buang air besar), konstipasi kronis (sembelit), hingga prolaps (penurunan) organ panggul atau sering disebut awam “turun peranakan” dimana otot panggul menjadi begitu lemah dalam menyangga organ seperti kandung kemih dan uterus yang menyebabkan organ tersebut turun.
Penyebab
Meski persalinan pertama berkontribusi terbesar dalam menyebabkan kelainan dasar panggul, namun demikian ada beberapa faktor penyebab lain, yakni: BuMil yang mengalami proses persalinan yang terlalu sering, cara persalinan yang salah, berat badan bayi yang berukuran terlampau besar yaitu lebih dari 3325 gram, primatua (kehamilan di atas usia 35 tahun), lamanya persalinan kala II lebih dari 1 jam, indeks masa tubuh abnormal, gaya hidup bumil seperti merokok dan minum-minuman alkohol, ataupun faktor ginekologi seperti riwayat histerektomi (pengangkatan rahim), atau penuaan dan menopouse yang berkaitan dengan hormonal.
Cara Pencegahan
Saat ini, pihak kedokteran sudah menggunakan sistem skoring terkini untuk memprediksi terjadinya kelainan otot dasar panggul. “Metode skoring baru dikembangkan di Womens Health Center, RSCM Kencana. Bila skoring menunjukkan risiko kerusakan otot dasar panggul (levator ani) adalah rendah, maka pasien dapat diyakinkan untuk memilih persalinan normal tanpa ada rasa khawatir mengalami disfungsi dasar panggul,” ungkap dr. Budi.
Selain lewat sistem skoring, lanjutnya, kelainan otot dasar panggul sebenarnya bisa dicegah oleh beberapa cara, antara lain:
- Tindakan episiotomi (pengguntingan perineum atau jalan lahir) - sebaiknya jangan dilakukan jika tidak ada indikasi! Kalau terpaksa dilakukan tindakan episiotomi, maka hindari terjadinya robekan levator ani hingga mencapai derajat 3 atau 4.
- Atur pernapasan saat bumil mengejan.
- Jika pembukaan sudah sempurna, sebaiknya BuMil jangan mengejan lebih dari 65 menit.
- Usahakan selama pemeriksaan kehamilan, berat badan janin dalam kandungan tidak melebihi angka 3.325 gram (3,325 kg).
- Bumil melakukan senam kegel/senam hamil, yang berguna untuk memperkuat otot-otot dasar panggul utamanya levator ani, sehingga bisa memperkuat otot-otot saluran kandung kemih yang bisa mencegah mengompol serta menguatkan otot-otot vagina.
Jangan Langsung Pilih Caesar
Disfungsi otot dasar panggul merupakan suatu epidemi tersembunyi yang besar permasalahannya masih belum banyak diketahui. Diduga 50 persen perempuan yang pernah melahirkan akan mengalami prolaps organ panggul.
Sayangnya, menurut penelitian, diperkirakan 2,5 persen dari seluruh persalinan pertama dilakukan dengan cara cesar yang dilakukan atas permintaan BuMil tanpa adanya indikasi medik. Salah satu alasannya, hanya karena rasa khawatir bumil akan terjadinya disfungsi dasar panggul setelah menjalani persalinan normal.
“Padahal, persalinan sesar tanpa indikasi hanya mampu melindungi 1 dari 7 ibu yang akan mengalami disfungsi dasar panggul akibat persalinan normal. Sedangkan, risiko mortalitas dan morbiditas persalinan cesar meningkat lima kali dibanding proses persalinan normal. Belum lagi, risiko setelah melahirkan dan masa rawat inap yang lebih lama,” tambah dr. Budi.
Latihan Otot Dasar Panggul
Sebenarnya, untuk menanggulangi masalah ini, hanya diperlukan peningkatan kesadaran BuMil untuk melakukan pemeriksaan kehamilan yang baik. Dari segi medis, penting untuk mempertinggi akses layanan dan fasilitas kesehatan.
“Dengan memberi edukasi kepada para perempuan agar melakukan latihan otot dasar panggul dan edukasi kepada dokter umum serta bidan mengenai robekan perineum III atau IV, maka risiko disfungsi dasar panggul ini dapat dihindari,” terang dr. Budi.
Perlunya Manajemen Reproduksi
Ahli kandungan lainnya, dr. Aria Wibawa, SpOG(K) juga menekankan, bahwa dengan perencanaan atau manajemen reproduksi yang baik, maka pasutri (pasangan suami isteri) dapat merencanakan dan mempersiapkan agar proses tersebut berjalan lancar dan memperoleh hasil yang optimal.
Dikatakannya, teknik terkini memungkinkan bidang kedokteran mendeteksi dan memprediksi hasil luaran janin untuk melakukan optimalisasi kondisi ibu, pertumbuhan janin, koreksi dini dan terapi/ intervensi jika diperlukan, baik selama dalam proses kehamilan (intra uteri) maupun setelah proses melahirkan.
“Ibarat membangun sebuah rumah atau gedung yang kompleks. Tentunya akan berbeda rumah yang dibangun tanpa perencanaan dengan yang direncanakan. Perempuan sangat mendominasi dan berperan dalam setiap proses, mulai dari rencana pembentukan (prakonsepsi), pembentukan (konsepsi), kehamilan, persalinan, nifas dan laktasi (early life) serta pengaturan kehamilan selanjutnya,” tutupnya.
Sumber: Mom & Kiddie
Comments