Skip to main content

Jangan Anggap Remeh Konstipasi

KONSTIPASI atau susah buang air besar sering kali dianggap remeh. Padahal jika tidak segera diatasi, dalam waktu yang lama konstipasi bisa semakin parah dan menyebabkan kanker usus.
Konstipasi atau yang juga dikenal dengan susah buang air besar (BAB) atau sembelit merupakan suatu gejala defekasi yang tidak memuaskan. Atau bahasa awamnya buang air besar yang tidak lancar. Konstipasi biasanya ditandai dengan BAB kurang dari tiga kali dalam seminggu atau kesulitan dalam evakuasi feses akibat feses yang keras.

“Gangguan seperti ini banyak terjadi dalam masyarakat, tetapi tidak dipermasalahkan,” ucap Ketua PB Perkumpulan Gastroenterologi Indonesia (PB PGI) Dr Chudahman Manan SpPD-KGEH dalam acara jumpa media bertema “Solusi Penanganan Konstipasi yang Aman dan Efektif” yang diselenggarakan oleh Dulcolax dari PT Boehringer Ingelheim Indonesia di Hotel Nikko Jakarta, belum lama ini.

Penyakit ini banyak dikeluhkan masyarakat di negara Barat. Tercatat bahwa setiap tahunnya, 2,5 juta orang di Amerika mengunjungi dokter karena masalah ini, dengan hampir 100.000 pasien memerlukan perawatan setiap tahunnya. Menurut data Rumah Sakit Ciptomangunkusumo (RSCM), Jakarta, selama kurun waktu 1998 sampai 2005 dari 2.397 pemeriksaan kolonskopi, 216 pemeriksaan atau sekitar 19 persen di antaranya terindikasi dengan sembelit dan lebih banyak dialami oleh wanita.


Chudahman menjelaskan, wanita lebih banyak alami gangguan ini karena faktor aktivitas fisik. Di mana wanita lebih sedikit beraktivitas dibandingkan pria, yang menyebabkan kontraksivitas pada usus pun berbeda. Selain itu, juga karena struktur hormonal, di mana hal tersebut terjadi pada wanita hamil dengan beberapa kasus BAB-nya lebih susah.

“Perbandingannya adalah 4 banding 1, di mana wanita lebih banyak ketimbang pria,” kata mantan Kepala Divisi Gastroenterologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM ini. Seperti yang telah dikatakan sebelumnya, banyak yang menyepelekan masalah konstipasi. Masyarakat menganggap bahwa konstipasi bukanlah suatu gangguan yang bisa menyebabkan penyakit parah dan lebih menganggap gangguan ini adalah gangguan rutin.

Chudahman menegaskan, apabila penyakit ini tidak segera ditangani, maka bisa menyebabkan timbulnya konstipasi kronik kemudian obstipasi dengan penyakit yang berbahaya, seperti kanker usus.

“Selain menurunkan kualitas kehidupan si penderita karena merasa tidak nyaman beraktivitas dalam keseharian, jika tidak ditangani secara serius, maka konstipasi dapat menyebabkan kematian,” tutur dokter lulusan Universitas Indonesia ini.

Untuk itulah, masyarakat atau mereka yang lebih sering alami konstipasi harus mengenal tanda “alarm” yang patut menjadi perhatian, untuk menghindari terjadinya konstipasi kronik yang bisa menimbulkan beragam penyakit. Hal tersebut juga dimaksudkan agar seseorang mengalami konstipasi disertai tanda “alarm”, tidak boleh tinggal diam, tetapi harus bertindak bahkan mencari pertolongan dokter.

Tanda “alarm sign” yang harus menjadi perhatian yaitu BAB yang mengalami pendarahan, mengejan, feses yang keras, perasaan tidak lampias saat BAB, perasaan adanya hambatan pada dubur, perubahan pola BAB seperti BAB kurang dari 3 kali dalam satu 5 kg atau 5 persen dari berat badan minggu, berat badan yang menurun sekitar ≥ awal dalam waktu satu bulan karena terganggunya sistem metabolik tubuh, nyeri perut yang hebat, demam, mual, muntah, serta nafsu makan berkurang.

“Jika seseorang sudah merasakan tanda “alarm sign” harus hati-hati. Seseorang yang sudah mengalami setidaknya dari dua gejala atau lebih dari 6 gejala tersebut dalam waktu sekurang-kurangnya 12 minggu sudah dikatakan sebagai penderita konstipasi kronik,” kata konsultan gastroenterologi ini.

Seperti pada penurunan berat badan, di mana penurunan berat badan yang jelas dan drastis tanpa diketahui jelas penyebabnya adalah salah satu bentuk yang paling sering terjadi sebagai gejala adanya penyakit ganas.

Dikatakan oleh Group Medical Affairs Manager, PT Boehringer Ingelheim Indonesia, Dr Suria Nataadmadja bahwa konstipasi memiliki banyak penyebab. Secara umum penyebabnya terjadi karena pola makan, hormon, gaya hidup, dan adanya perbedaan bentuk usus besar yang berbeda-beda pada setiap orang.

“Kurang gerak, kurang minum, dan kurang serat, diketahui sebagai kebiasaan buruk yang menyebabkan terjadinya gangguan ini,” ucapnya di acara yang sama. Selain menimbulkan rasa tidak nyaman dan menurunnya kualitas hidup, gangguan ini juga menyebabkan konstipasi akut sampai pada kanker usus dan kematian apabila tidak segera ditangani. Jadi, kenali “alarm” konstipasi sebelum terlambat.


Sumber: okezone.com

Comments

Popular posts from this blog

Waspadai Bercak Putih di Retina Mata Anak

BERCAK putih di retina mata anak bisa jadi penanda awal keganasan kanker bola mata. Ini harus segera diwaspadai. Jika dilihat sepintas, tak ada yang aneh dengan Abiyyu, 12 tahun. Seperti anak-anak lain seusianya, bocah lelaki kelas enam SD Surya Bahari, Tangerang, ini tampak ceria bermain petak umpet, ikut senam kesegaran jasmani di sekolah, bertanding sepak bola, dan menjaring serangga di lapangan. Bersama dua temannya, dia juga tampak kompak menyanyikan lagu Oke milik duo T2 sambil sesekali terdengar gelak tawa khas keceriaan anak-anak. Bercak Putih Pada Mata - Tanda Kanker Retina Lantas, apa yang berbeda dari Abiyyu? Di balik kacamata yang senantiasa dikenakannya, siapa sangka bila bocah bernama lengkap Achmad Abiyyu Sofyan ini hanya punya satu mata kiri untuk melihat. Empat tahun lalu, keganasan kanker bola mata membuat Abiyyu harus merelakan bola mata kanannya diangkat untuk kemudian digantikan mata palsu yang hanya kosmetik semata. "Kata dokter, kalau tidak diangkat,

"Kok, mata anakku sering berair, ya?"

PADA bayi, saluran air mata kadang belum sempurna. Pada saat normal, air mata keluar dari kelenjar lacrimalis (memproduksi air mata) yang bertujuan agar air mata selalu basah dan lembap. Kemudian, air mata ini keluar melalui saluran di bagian ujung mata bagian dalam (medial) dan masuk melalui hidung. Secara normal, kita tidak merasa air mata itu berproduksi terus karena produksi dan pengeluarannya teratur. Keadaan berubah bila produksi air mata bertambah, seperti menangis atau sumbatan pada pada pangkal hidung, sehingga air mata tersebut meningkat dan terlihat berair. Jika kondisi tersebut dialami si kecil, tentu Anda akan berpikir, mengapa bisa demikian? Apakah hal tersebut normal dialami oleh setiap bayi? Kata orangtua jaman dulu, biar cepet sembuh harus dijilat oleh sang ibu. Apakah teori itu benar? Lantas, bagaimana perawatannya?

Ditemukan, Vaksin AIDS pada Tubuh ODHA

PENELITI Amerika selangkah lebih dekat untuk mengembangkan vaksin melawan virus AIDS yang mematikan. Mereka menemukan antibodi yang mampu membunuh 91 persen virus HIV. Ilmuwan menemukan tiga antibodi kuat dalam sel tubuh seorang pria gay keturunan Afrika-Amerika berusia 60 tahun yang dijuluki Donor 45. Bahkan satu di antaranya adalah antibodi yang menetralisir lebih dari 91 persen virus HIV. Tubuh pria tersebut membuat antibodi secara alami. Demikian okezone lansir dari NY Daily News, Senin (12/7/2010). Dalam kasus Donor 45—yang antibodinya tidak menyelamatkan dirinya dari tertular HIV—peneliti menyaring sekira 25 juta sel untuk menemukan puluhan sel yang nantinya bisa menghasilkan antibodi yang kuat. Pria tersebut kemungkinan besar sudah tertular virus HIV sebelum tubuhnya mulai memroduksi antibodi. Hingga kini, ia masih hidup, dan telah mengidap HIV selama 20 tahun pada saat darahnya diambil.