TERUS meningkatnya angka kejadian dan kematian akibat kanker membuat dunia kedokteran tergerak untuk menemukan vaksin pencegah.
Setelah vaksin kanker serviks, diharapkan kanker payudara segera menyusul. Badan kesehatan dunia (WHO) memprediksi terjadinya peningkatan angka kejadian kanker dari 11 juta menjadi 27 juta, dan kematian akibat kanker dari 7 juta menjadi 17 juta. Sehingga, pada 2030 diperkirakan sekitar 75 juta orang hidup dengan kanker.
Di tahun-tahun mendatang, kanker juga disinyalir menjadi problem kesehatan serius, khususnya bagi negara-negara berkembang seperti Indonesia, dengan peningkatan angka kejadian hingga 70 persen. Sehingga pada saatnya nanti, bila tidak dilakukan pencegahan dan deteksi dini yang baik sejak saat ini, penyakit kanker akan menjadi beban sangat besar bagi perekonomian baik keluarga maupun negara.
Keprihatinan tersebut membuat kalangan ilmuwan medis dari seluruh dunia tergerak menemukan vaksin pencegah penyakit mematikan ini. Saat ini, kanker yang dapat dicegah dengan vaksinasi baru sebatas kanker rahim, terutama kanker leher rahim (serviks).
Nah, belum lama ini, sejumlah peneliti juga mendesain sebuah eksperimen di laboratorium untuk menemukan formula paling tepat dalam membuat vaksin kanker payudara. Vaksin tersebut bekerja dengan mengirimkan sejenis gen "pembunuh kanker" ke dalam sel tubuh, yang lantas akan memproduksi protein kekebalan tubuh yang akan mengenyahkan sel-sel kanker.
"Dalam pikiran kami, hal ini merupakan terobosan yang cukup signifikan. Pasalnya, kita cukup memasukkan gen pembunuh kanker itu ke dalam sel tubuh kita, lalu vaksin akan diproduksi dengan sendirinya oleh sel tubuh kita," ujar ahli imunologi dan mikrobiologi dari Karmanos Cancer Center, Wayne State University, di Detroit, Wei-Zen Wei.
Dalam penelitian yang dipublikasikan dalam jurnal penelitian Kanker tersebut, Wei dan timnya menggunakan tikus sebagai hewan percobaan untuk. Nah, vaksin buatan mereka itu berhasil mengeliminasi tumor pada tikus pengidap kanker payudara jenis HER2 Positif (HER2+).
Pada tingkat sel, reseptor HER2 mendorong pertumbuhan sel-sel secara normal. HER2 yang merupakan sejenis protein ini juga ditemukan dalam jumlah sedikit dalam sel payudara. Akan tetapi, sel payudara HER2 positif memiliki banyak reseptor sehingga dapat memicu pertumbuhan sel secara berlebih dan abnormal seperti halnya sel-sel kanker yang ganas.
Itulah sebabnya, pemeriksaan HER2 biasanya dianjurkan sebagai penanda ada tidaknya sel tumor atau kanker payudara. Pada sejumlah kasus kanker usus dan kanker indung telur, kadar HER2 juga ditemukan berlebihan.
Kanker payudara tipe HER2+ berkisar 20-30 persen dari keseluruhan penyakit kanker payudara dan acapkali lebih agresif ketimbang tipe kanker lainnya. Pasien pengidap kanker tipe ini sering kurang responsive terhadap terapi hormonal, dan selama pengobatan kerap menjadi resisten. Bahkan, dengan obat-obatan antikanker seperti halnya Herceptin, yang didesain untuk memecah reseptor dan menghancurkannya, terkadang hanya efektif untuk periode yang singkat. Selepas itu, pasien biasanya mengalami resistensi dan obat pun tak lagi mempan.
"Penelitian ini sangat berguna. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut akan kemungkinan vaksin ini dapat diterapkan pada manusia," imbuh direktur bidang keilmuan American Cancer Society, Dr Bill Chambers.
Sumber: www.lifestyle.okezone.com
Setelah vaksin kanker serviks, diharapkan kanker payudara segera menyusul. Badan kesehatan dunia (WHO) memprediksi terjadinya peningkatan angka kejadian kanker dari 11 juta menjadi 27 juta, dan kematian akibat kanker dari 7 juta menjadi 17 juta. Sehingga, pada 2030 diperkirakan sekitar 75 juta orang hidup dengan kanker.
Di tahun-tahun mendatang, kanker juga disinyalir menjadi problem kesehatan serius, khususnya bagi negara-negara berkembang seperti Indonesia, dengan peningkatan angka kejadian hingga 70 persen. Sehingga pada saatnya nanti, bila tidak dilakukan pencegahan dan deteksi dini yang baik sejak saat ini, penyakit kanker akan menjadi beban sangat besar bagi perekonomian baik keluarga maupun negara.
Keprihatinan tersebut membuat kalangan ilmuwan medis dari seluruh dunia tergerak menemukan vaksin pencegah penyakit mematikan ini. Saat ini, kanker yang dapat dicegah dengan vaksinasi baru sebatas kanker rahim, terutama kanker leher rahim (serviks).
Nah, belum lama ini, sejumlah peneliti juga mendesain sebuah eksperimen di laboratorium untuk menemukan formula paling tepat dalam membuat vaksin kanker payudara. Vaksin tersebut bekerja dengan mengirimkan sejenis gen "pembunuh kanker" ke dalam sel tubuh, yang lantas akan memproduksi protein kekebalan tubuh yang akan mengenyahkan sel-sel kanker.
"Dalam pikiran kami, hal ini merupakan terobosan yang cukup signifikan. Pasalnya, kita cukup memasukkan gen pembunuh kanker itu ke dalam sel tubuh kita, lalu vaksin akan diproduksi dengan sendirinya oleh sel tubuh kita," ujar ahli imunologi dan mikrobiologi dari Karmanos Cancer Center, Wayne State University, di Detroit, Wei-Zen Wei.
Dalam penelitian yang dipublikasikan dalam jurnal penelitian Kanker tersebut, Wei dan timnya menggunakan tikus sebagai hewan percobaan untuk. Nah, vaksin buatan mereka itu berhasil mengeliminasi tumor pada tikus pengidap kanker payudara jenis HER2 Positif (HER2+).
Pada tingkat sel, reseptor HER2 mendorong pertumbuhan sel-sel secara normal. HER2 yang merupakan sejenis protein ini juga ditemukan dalam jumlah sedikit dalam sel payudara. Akan tetapi, sel payudara HER2 positif memiliki banyak reseptor sehingga dapat memicu pertumbuhan sel secara berlebih dan abnormal seperti halnya sel-sel kanker yang ganas.
Itulah sebabnya, pemeriksaan HER2 biasanya dianjurkan sebagai penanda ada tidaknya sel tumor atau kanker payudara. Pada sejumlah kasus kanker usus dan kanker indung telur, kadar HER2 juga ditemukan berlebihan.
Kanker payudara tipe HER2+ berkisar 20-30 persen dari keseluruhan penyakit kanker payudara dan acapkali lebih agresif ketimbang tipe kanker lainnya. Pasien pengidap kanker tipe ini sering kurang responsive terhadap terapi hormonal, dan selama pengobatan kerap menjadi resisten. Bahkan, dengan obat-obatan antikanker seperti halnya Herceptin, yang didesain untuk memecah reseptor dan menghancurkannya, terkadang hanya efektif untuk periode yang singkat. Selepas itu, pasien biasanya mengalami resistensi dan obat pun tak lagi mempan.
"Penelitian ini sangat berguna. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut akan kemungkinan vaksin ini dapat diterapkan pada manusia," imbuh direktur bidang keilmuan American Cancer Society, Dr Bill Chambers.
Sumber: www.lifestyle.okezone.com
Comments