DUA kali hamil dalam setahun? Rata-rata wanita pasti enggan mengalaminya. Selain si ibu lelah secara fisik dan psikologis pascamelahirkan, bayi yang baru dilahirkan pun ikut merana jika harus berbagi dengan calon adik baru.
Faktor pertimbangan lainnya ialah masalah finansial. Biasanya orangtua baru ingin fokus membesarkan satu anak dulu mengingat harga yang semakin naik membuat kebutuhan hidup pun semakin meningkat. Begitu pula dengan biaya pendidikan.
Pilihan untuk menggugurkan janin pun terpikir oleh pasangan. Apalagi bila sebelumnya sang ibu melahirkan dengan operasi caesar yang menurut rumor bahwa jika kurang dari tiga bulan pascaoperasi caesar sudah hamil lagi, maka sebaiknya kehamilan tidak diteruskan karena berbahaya.
Dengan segala pertimbangan dan keresahan yang menggelayuti pikiran, banyak pasangan dengan kasus seperti itu akhirnya memutuskan untuk menggugurkan bakal calon anak mereka itu.
Saat ini, memang banyak pasangan yang mengalami kehamilan tak diinginkan (KTD) merasa bimbang. KTD ini di kalangan medis disebut kehamilan tak direncanakan (unplanned pregnancy) dan kerap menjadi masalah yang sering dialami wanita.
Jangan berpikir bahwa KTD hanya mengacu pada kondisi hamil di luar nikah. Pasalnya, peristiwa ini bisa dialami setiap perempuan usia subur tanpa memandang status perkawinan, agama, pendidikan, pekerjaan, dan suku bangsa.
"KTD justru banyak terjadi pada pasangan yang telah menikah. Jangan salah, angka aborsi pada ibu rumah tangga jumlahnya lebih banyak, sekira 80 persen. Sedangkan pada remaja sekira 20 persen," ungkap staf medis dari Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI), dr Ramona Sari.
Hal senada dikemukakan spesialis kebidanan dan kandungan dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI)/Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta, Dr dr Dwiana Ocviyanti SpOG (K).
Menurut dia, KTD lebih banyak terjadi pada pasangan resmi yang telah berumah tangga. "Penyebabnya beragam. Antara lain adanya ketakutan berlebihan terhadap kontrasepsi. Misalnya rumor bahwa kontrasepsi bisa bikin rahim kering, atau kalau pakai IUD (spiral) itu katanya IUD-nya bisa 'jalan-jalan' sampai kepala. Padahal semua itu tidak benar," katanya.
Dokter yang akrab disapa Ovy itu menegaskan, alat kontrasepsi aman digunakan, asalkan didapat dari tenaga medis yang tepat dan dipakai sesuai anjuran.
Di sisi lain, pihak medis juga harus menjelaskan perihal keterbatasan dan kemungkinan adanya efek samping jika tidak cocok. "Diperlukan pemeriksaan medis terlebih dulu untuk menentukan jenis kontrasepsi yang tepat," imbuhnya.
Dokter kelahiran Bandung itu menyarankan para ibu pascamelahirkan untuk sesegera mungkin berdiskusi dengan tenaga medis perihal bagaimana menunda agar tidak hamil dalam waktu dekat. Targetnya tidak hanya mengurangi jumlah anak, tapi menjamin kelangsungan hidup anak pertama.
"Bayangkan kalau si ibu hamil lagi, air susu ibu (ASI) biasanya akan berkurang dengan sendirinya. Si bayi jadi merana karena tidak bisa mendapat ASI eksklusif sehingga lebih rentan terhadap penyakit dan kematian," papar Ovy.
Pemberian ASI eksklusif dianjurkan setidaknya hingga enam bulan. Hal ini rupanya tidak hanya membuat kekebalan tubuh bayi lebih baik, juga salah satu cara mencegah kehamilan secara alami.
"Aktivitas menyusui yang bisa mencegah kehamilan itu hanya di enam bulan pertama, itu pun harus sangat eksklusif dan diberikan teratur tanpa tambahan apa pun. Dan si ibu juga harus dalam kondisi belum haid. Kalau sudah haid, berarti dia sudah subur lagi," sebutnya.
Sumber: www.lifestyle.okezone.com
Faktor pertimbangan lainnya ialah masalah finansial. Biasanya orangtua baru ingin fokus membesarkan satu anak dulu mengingat harga yang semakin naik membuat kebutuhan hidup pun semakin meningkat. Begitu pula dengan biaya pendidikan.
Pilihan untuk menggugurkan janin pun terpikir oleh pasangan. Apalagi bila sebelumnya sang ibu melahirkan dengan operasi caesar yang menurut rumor bahwa jika kurang dari tiga bulan pascaoperasi caesar sudah hamil lagi, maka sebaiknya kehamilan tidak diteruskan karena berbahaya.
Dengan segala pertimbangan dan keresahan yang menggelayuti pikiran, banyak pasangan dengan kasus seperti itu akhirnya memutuskan untuk menggugurkan bakal calon anak mereka itu.
Saat ini, memang banyak pasangan yang mengalami kehamilan tak diinginkan (KTD) merasa bimbang. KTD ini di kalangan medis disebut kehamilan tak direncanakan (unplanned pregnancy) dan kerap menjadi masalah yang sering dialami wanita.
Jangan berpikir bahwa KTD hanya mengacu pada kondisi hamil di luar nikah. Pasalnya, peristiwa ini bisa dialami setiap perempuan usia subur tanpa memandang status perkawinan, agama, pendidikan, pekerjaan, dan suku bangsa.
"KTD justru banyak terjadi pada pasangan yang telah menikah. Jangan salah, angka aborsi pada ibu rumah tangga jumlahnya lebih banyak, sekira 80 persen. Sedangkan pada remaja sekira 20 persen," ungkap staf medis dari Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI), dr Ramona Sari.
Hal senada dikemukakan spesialis kebidanan dan kandungan dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI)/Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta, Dr dr Dwiana Ocviyanti SpOG (K).
Menurut dia, KTD lebih banyak terjadi pada pasangan resmi yang telah berumah tangga. "Penyebabnya beragam. Antara lain adanya ketakutan berlebihan terhadap kontrasepsi. Misalnya rumor bahwa kontrasepsi bisa bikin rahim kering, atau kalau pakai IUD (spiral) itu katanya IUD-nya bisa 'jalan-jalan' sampai kepala. Padahal semua itu tidak benar," katanya.
Dokter yang akrab disapa Ovy itu menegaskan, alat kontrasepsi aman digunakan, asalkan didapat dari tenaga medis yang tepat dan dipakai sesuai anjuran.
Di sisi lain, pihak medis juga harus menjelaskan perihal keterbatasan dan kemungkinan adanya efek samping jika tidak cocok. "Diperlukan pemeriksaan medis terlebih dulu untuk menentukan jenis kontrasepsi yang tepat," imbuhnya.
Dokter kelahiran Bandung itu menyarankan para ibu pascamelahirkan untuk sesegera mungkin berdiskusi dengan tenaga medis perihal bagaimana menunda agar tidak hamil dalam waktu dekat. Targetnya tidak hanya mengurangi jumlah anak, tapi menjamin kelangsungan hidup anak pertama.
"Bayangkan kalau si ibu hamil lagi, air susu ibu (ASI) biasanya akan berkurang dengan sendirinya. Si bayi jadi merana karena tidak bisa mendapat ASI eksklusif sehingga lebih rentan terhadap penyakit dan kematian," papar Ovy.
Pemberian ASI eksklusif dianjurkan setidaknya hingga enam bulan. Hal ini rupanya tidak hanya membuat kekebalan tubuh bayi lebih baik, juga salah satu cara mencegah kehamilan secara alami.
"Aktivitas menyusui yang bisa mencegah kehamilan itu hanya di enam bulan pertama, itu pun harus sangat eksklusif dan diberikan teratur tanpa tambahan apa pun. Dan si ibu juga harus dalam kondisi belum haid. Kalau sudah haid, berarti dia sudah subur lagi," sebutnya.
Sumber: www.lifestyle.okezone.com
Comments