JANGAN remehkan penyakit schizofrenia. Penyakit ini merupakan salah satu jenis gangguan kejiwaan yang paling berat dan harapan sembuh yang sangat kecil.
Psikiater dari Rumah Sakit Omni International, Alam Sutera, Tangerang, Dr Andri SpKJ dalam tulisannya mengenai sekilas tentang schizofrenia menyebutkan, dalam masyarakat, pasien psikosis sering dianggap sudah tidak punya perasaan lagi dan terkadang dianggap berbahaya. Padahal, mereka juga pasien yang sangat membutuhkan perhatian dokter dan keluarga serta masyarakat.
"Mereka lebih sering disebut masyarakat sebagai orang gila. Stigma yang begitu melekat pada pasien gangguan psikosis adalah mereka berbahaya. Padahal pasien gangguan psikosis yang mempunyai kecenderungan berperilaku kekerasan hanya sebagian kecil yaitu tidak lebih dari 1 persen, itu pun biasanya terjadi pada kondisi akut," tutur Andri.
Dokter yang juga berpraktik di RS Global Medika Tangerang ini menyebutkan, kadang-kadang pada penderita schizofrenia sering menirukan suatu kata-kata (echolalia) atau menirukan gerakan (echopraxia). Selain itu juga sering memilih tidak bergerak atau mempertahankan sikap diam (stupor) dan tidak bicara sama sekali (mutisme).
"Bila dalam perawatan, pasien kebanyakan tenang dan dapat mengendalikan diri. Selain itu kekerasan yang dilakukan pasien merupakan suatu tanda dan gejala dari manifestasi penyakitnya," papar dokter lulusan Universitas Indonesia Fakultas Kedokteran ini.
Andri menjelaskan, tidak seperti penyakit fisik yang mempunyai target organ yang bermanifestasi pada gejala dan tanda fisik yang terdapat pada pasien, gangguan psikosis seperti umumnya gangguan jiwa mempunyai manifestasi tanda dan gejalanya pada perasaan (affective), perilaku (behavior), dan pikiran (cognition).
Bila dibagi dalam bagian besar, maka gejala klinis pasien psikosis dapat dibagi menjadi gejala negatif (menghindari pergaulan sosial, berdiam diri, efek yang tumpul sampai datar, tidak ada semangat untuk beraktivitas), serta gejala positif (gaduh gelisah, waham, halusinasi, bicara kacau). Maka tak heran jika orang lain melihat kalau pasien psikosis sering kali berperilaku dan mempunyai pikiran aneh. Hal itu sebenarnya merupakan manifestasi dari penyakitnya sendiri.
"Pada pasien penyakit schizofrenia terdapat ketidakseimbangan dalam sarafnya," ucap Andri pada acara "Life Surgery untuk Psychosurgery". Andri menyebutkan, sampai saat ini belum diketahui penyebab pasti gangguan psikosis. Beberapa ahli mengatakan adanya suatu hubungan antara sistem dopaminergik di otak dan penyakit psikosis ini.
Yang harus dilakukan dalam menangani pasien schizofrenia ini adalah dengan penatalaksanaan gangguan jiwa secara umum yang dilihat dengan memakai pendekatan biopsikososial. "Artinya bahwa gangguan jiwa tidak hanya melibatkan satu faktor saja, tetapi ketiga faktor yaitu biologi (genetik), psikologi, dan sosial," kata Andri.
Spesialis bedah saraf dari Rumah Sakit OMNI Internasional, Dr Alfred Sutrisno Sp BS, mengatakan, penyakit gangguan jiwa tersebut umumnya ditandai dengan adanya pembicaraan yang tidak jelas (kacau). Gejala lainnya adalah omongan yang tidak dimengerti maksudnya oleh orang lain. Mereka terkadang juga bertingkah laku yang aneh, bahkan terkadang memperlihatkan gerakan yang berulang-ulang. "Pasien schizofrenia ini biasanya sering mengalami tanda-tanda yang jelas, di antaranya seperti mengalami halusinasi, curiga, melihat suatu benda-benda yang tidak ada yang tidak dilihat orang lain," ucap alumnus Jurusan Bedah Saraf Universitas Indonesia tahun 1998 itu.
Alfred yang juga pernah menimba ilmu di Universitas Stanford Amerika itu mengungkapkan, dalam menangani pasien schizofrenia ini salah satunya dengan cara melakukan operasi psychosurgery. "Operasi ini dilakukan pada pasien yang mengalami gangguan kejiwaan, misalnya saja pasien schizofrenia," katanya.
Sumber: www.lifestyle.okezone.com
Schizofrenia, sebuah nama penyakit yang belum akrab di telinga masyarakat kita. Di Indonesia, penyakit ini mungkin lebih akrab dikenal sebagai penyakit jiwa atau gila. Di masyarakat, penyakit ini belum begitu dikenal dengan nama schizofrenia, terkadang masyarakat biasa menyebut penderita ini sebagai orang gila. Namun, tidak benar dikatakan jika semua penderita schizofrenia ini adalah orang gila.
Psikiater dari Rumah Sakit Omni International, Alam Sutera, Tangerang, Dr Andri SpKJ dalam tulisannya mengenai sekilas tentang schizofrenia menyebutkan, dalam masyarakat, pasien psikosis sering dianggap sudah tidak punya perasaan lagi dan terkadang dianggap berbahaya. Padahal, mereka juga pasien yang sangat membutuhkan perhatian dokter dan keluarga serta masyarakat.
"Mereka lebih sering disebut masyarakat sebagai orang gila. Stigma yang begitu melekat pada pasien gangguan psikosis adalah mereka berbahaya. Padahal pasien gangguan psikosis yang mempunyai kecenderungan berperilaku kekerasan hanya sebagian kecil yaitu tidak lebih dari 1 persen, itu pun biasanya terjadi pada kondisi akut," tutur Andri.
Dokter yang juga berpraktik di RS Global Medika Tangerang ini menyebutkan, kadang-kadang pada penderita schizofrenia sering menirukan suatu kata-kata (echolalia) atau menirukan gerakan (echopraxia). Selain itu juga sering memilih tidak bergerak atau mempertahankan sikap diam (stupor) dan tidak bicara sama sekali (mutisme).
"Bila dalam perawatan, pasien kebanyakan tenang dan dapat mengendalikan diri. Selain itu kekerasan yang dilakukan pasien merupakan suatu tanda dan gejala dari manifestasi penyakitnya," papar dokter lulusan Universitas Indonesia Fakultas Kedokteran ini.
Andri menjelaskan, tidak seperti penyakit fisik yang mempunyai target organ yang bermanifestasi pada gejala dan tanda fisik yang terdapat pada pasien, gangguan psikosis seperti umumnya gangguan jiwa mempunyai manifestasi tanda dan gejalanya pada perasaan (affective), perilaku (behavior), dan pikiran (cognition).
Bila dibagi dalam bagian besar, maka gejala klinis pasien psikosis dapat dibagi menjadi gejala negatif (menghindari pergaulan sosial, berdiam diri, efek yang tumpul sampai datar, tidak ada semangat untuk beraktivitas), serta gejala positif (gaduh gelisah, waham, halusinasi, bicara kacau). Maka tak heran jika orang lain melihat kalau pasien psikosis sering kali berperilaku dan mempunyai pikiran aneh. Hal itu sebenarnya merupakan manifestasi dari penyakitnya sendiri.
"Pada pasien penyakit schizofrenia terdapat ketidakseimbangan dalam sarafnya," ucap Andri pada acara "Life Surgery untuk Psychosurgery". Andri menyebutkan, sampai saat ini belum diketahui penyebab pasti gangguan psikosis. Beberapa ahli mengatakan adanya suatu hubungan antara sistem dopaminergik di otak dan penyakit psikosis ini.
Yang harus dilakukan dalam menangani pasien schizofrenia ini adalah dengan penatalaksanaan gangguan jiwa secara umum yang dilihat dengan memakai pendekatan biopsikososial. "Artinya bahwa gangguan jiwa tidak hanya melibatkan satu faktor saja, tetapi ketiga faktor yaitu biologi (genetik), psikologi, dan sosial," kata Andri.
Spesialis bedah saraf dari Rumah Sakit OMNI Internasional, Dr Alfred Sutrisno Sp BS, mengatakan, penyakit gangguan jiwa tersebut umumnya ditandai dengan adanya pembicaraan yang tidak jelas (kacau). Gejala lainnya adalah omongan yang tidak dimengerti maksudnya oleh orang lain. Mereka terkadang juga bertingkah laku yang aneh, bahkan terkadang memperlihatkan gerakan yang berulang-ulang. "Pasien schizofrenia ini biasanya sering mengalami tanda-tanda yang jelas, di antaranya seperti mengalami halusinasi, curiga, melihat suatu benda-benda yang tidak ada yang tidak dilihat orang lain," ucap alumnus Jurusan Bedah Saraf Universitas Indonesia tahun 1998 itu.
Alfred yang juga pernah menimba ilmu di Universitas Stanford Amerika itu mengungkapkan, dalam menangani pasien schizofrenia ini salah satunya dengan cara melakukan operasi psychosurgery. "Operasi ini dilakukan pada pasien yang mengalami gangguan kejiwaan, misalnya saja pasien schizofrenia," katanya.
Sumber: www.lifestyle.okezone.com
Comments