Skip to main content

Hati-hati, Bleaching Bisa Membuat Gigi Rapuh!

SENYUM yang cemerlang seringkali disamakan dengan senyuman yang disertai kilauan gigi yang putih dan bersih. Untuk itulah, orang berusaha memutihkan giginya. Dan bleaching adalah salah satu jalan memutihkan gigi. Masalahnya, bleaching bisa seperti pisau bermata dua. Bisa memutihkan, bisa juga menghancurkan.

Terlihat lebih cantik dan menarik adalah keinginan semua orang. Karena itulah, orang berlomba-lomba untuk melakukan berbagai perawatan terhadap berbagai bagian tubuh. Tak hanya rambut, wajah dan kulit saja yang memerlukan perawatan khusus, tetapi juga gigi dan mulut yang merupakan bagian integral dari wajah.

Dua bagian yang disebutkan terakhir itu mendapat perhatian khusus karena gaya hidup dan kebiasaan telah membuat kedua bagian itu tak enak dipandang mata. Kebiasaan itu, antara lain, menghisap rokok, minum kopi, dan teh. Zat-zat yang terdapat dalam rokok, kopi dan teh itu bisa mengubah warna gigi.

Meskipun demikian, masih bisa dipersoalkan apakah gigi yang normal itu selalu berwarna putih atau tidak. Anggapan bahwa gigi yang normal selalu berwarna putih ternyata tidak benar. Pada dasarnya masing-masing individu memiliki rentan warna normal gigi yang berbeda-beda, mulai dari agak kekuningan, oranye, cokelat, bahkan abu-abu.



"Warna gigi tergantung dari warna kulit kita," kata drg Prita Pradnya Paramita dari Klinik Anakku. Dan tidak semua orang memiliki rentang warna gigi tersebut. Kadang-kadang warna gigi berubah menjadi lebih tua atau tampak kusam. Itulah diskolorasi gigi.

Ada dua tipe diskolorasi. Pertama, disklorasi karena faktor ekstrinsik akibat stain pada permukaan gigi. Penyebab umumnya adalah kopi, teh, perwarna makanan buatan, anggur, berry, dan merokok, atau mengunyah tembakau. Kedua, diskolorasi intrinsik yang lebih kompleks karena selain melibatkan email, juga mencapai dentin. Penyebabnya, antara lain, erythroblastosis fetalis, jaundice, porphyria, dental fluorosis, antibiotik tetracycline, material perawatan endodontik, dan material restorasi.

Bleaching untuk Mengatasi Diskolorasi

Bleaching merupakan salah satu cara untuk mengatasi masalah diskolorasi. Bleaching adalah pembuangan noda atau warna dengan bahan kimia.

"Sebenarnya bleaching itu bertujuan untuk membersihkan gigi dengan menggunakan hydrogen peroxide dan carbamide peroxide. Bukan untuk memutihkan gigi, tetapi untuk menghilangkan warna-warna yang bukan warna asli dari gigi seseorang. Terutama karena warna asli gigi tidak semua putih, "jelas drg Prita Pradnya Paramita dari Klinik Anakku.

Menurutnya, ada empat pilihan perawatan gigi dengan bleaching. Pertama, in office bleaching yaitu proses bleaching yang dilakukan di klinik-klinik perawatan gigi. "Sebelum bleaching dilakukan, biasanya dokter akan memberikan analisa terlebih dahulu boleh atau tidaknya seseorang melakukan bleaching. Kalau orang tersebut memiliki masalah-masalah tersebut akan diatasi terlebih dahulu sebelum dilakukan bleaching. Karena itu, bleaching memang seharusnya dilakukan oleh dokter yang ahli," tambah dokter cantik ini.

Gigi diisolasi dan diaplikasikan pasta peroksida yang diaktivasi dengan laser atau cahaya. Perawatan office bleaching memiliki tiga teknik, yakni aplikasi hidrogen peroxide 35 persen dengan pemanasan (thermocatalytic technique), aplikasi hidrogen peroxide 35 persen dengan pemanasan dan penyinaran (thermo-photocatalytic technique) dan aplikasi hidrogen peroxide 35 persen tanpa penyinaran maupun pemanasan.

Kedua, at home bleaching, yang kerap disebut tray bleaching, yaitu perawatan yang dilakukan sendiri dengan menggunakan mouth guard atau tray yang diisi dengan gel carbamide peroxide diisikan ke dalam tray kemudian diaplikasikan ke gigi selama sekitar 45 menit sampai 4 jam, tergantung konsentrasi gel bleaching yang digunakan. Konsentrasi gel bleaching untuk perawatan ini berkisar antara 10-30 persen carbamide peroxide. Perawatan at home bleaching dilakukan selama 2-3 minggu sampai hasil yang diharapkan tercapai. Perawatan ini menghabiskan biaya lebih sedikit dibandingkan dengan in office bleaching.

Ketiga, whitening strip yang berupa plastik yang dapat melepaskan bahan bleaching dan didesain sedemikian rupa sehingga dapat menempel pada gigi. Strip mengandung carbamide peroxide dengan konsentrasi hanya 7-14 persen. Kandungan carbamide peroxide yang rendah ini menuntut waktu aplikasi yang lebih lama dibandingkan dengan tray. Di sini pasien tidak perlu melakukan pencetakan gigi untuk membuat tray dan strip. Pun kemungkinan terjadinya sensitivitas gigi lebih kecil dibandingkan dengan perawatan lainnya.

"Dalam pasta gigi berpemutih biasanya kandungan peroksidanya lebih rendah dari batas maksimal yang ditetapkan oleh American Dental Association, yaitu 3,6 persen," ujar drg Prita.

Bleaching dan Kesehatan Gigi

Bleaching tidak selamanya memberikan hasil yang diharapkan. Ada beberapa kOndisi di mana bleaching justru sangat tidak dianjurkan untuk dilakukan. Apa saja?

Menurut drg Prita Pradnya Paramita dari Klinik Anakku, pertama proses bleaching tidak dapat mencerahkan mahkota gigi yang terbuat dari bahan komposit, yang berwarna kurang cerah. Kedua, jika bleaching dilakukan pada gigi yang memiliki area sangat transparan pada tepi insisal gigi anterior, makin meningkatlah transparansi gigi dan menimbulkan warna keabuan sebagai pancaran kondisi gelap rongga mulut.

Ketiga, jika ada bintik-bintik cokelat atau abu-abu gelap akibat tetracycline, gigi akan kurang merespon proses bleaching ekstrinsik dan lebih membutuhkan proses bleaching intristik. Kelima, bleaching tidak akan dapat mencerahkan warna gigi yang hitam, cokelat atau putih akibat proses pembusukan. Terakhir, bleaching tidak dapat mencerahkan warna gigi yang gelap akibat tambalan amalgam yang telah menahun.

"Amalgam adalah tambalan pada gigi dengan menggunakan campuran antara timah hitam dan mercury. Tetapi belakangan ini amalgam tidak lagi digunakan karena jika terjadi kebocoran, kandungan mercury yang berada di dalamnya akan buruk sekali bagi kesehatan," sambung drg Prita.

Tidak semua orang dapat menghasilkan prognosis yang baik agar bisa melakukan perawatan bleaching. Perawatan bleaching pada para perokok berat, peminum teh dan kopi akan memberi prognosis baik apabila menghentikan kebiasaan selama proses perawatan. Jika orang tersebut memiliki warna stain keabu-abuan, proses bleaching akan lebih sulit dibandingkan dengan yang memiliki warna kekuningan.

Untuk kasus penderita fluorosis, proses bleaching tidak mampu menghilangkan bintik putih, sehingga bintik putih tersamar. Gigi penderita fluorosis juga tidak dapat dirawat dengan bleaching jika pasien terus mengkonsumsi air yang mengandung fluoride berkadar tinggi.

Bagi pemilik gigi normal dan tidak bermasalah yang ingin melakukan perawatan untuk kepentingan kosmetis, amankah bleaching dilakukan? Drg Prita mengatakan, bleaching aman bagi kesehatan gigi jika dilakukan sesuai dengan peraturan yang ada.

"Pada dasarnya, bleaching bekerja seperti pembersih lantai yang bertujuan untuk mengikis kotoran-kotoran yang ada di permukaannya. Soda kuat yang terkandung di dalamnya bisa menyingkirkan kotoran. Tetapi jika terlalu sering dilakukan, akan merusak gigi dan membuat gigi menjadi sensitif," terangnya.

Oleh karena itu, proses bleaching paling tidak diperbolehkan setiap enam bulan sekali. Rasa sensitif yang timbul setelah proses bleaching biasanya hilang dalam beberapa waktu. Namun, jika bleaching dilakukan terlalu sering, rasa sensitif tersebut bisa permanen. Bahkan gigi bisa rapuh dan menimbulkan karies gigi.

Hydrogen peroxide dan carbamide peroxide sebagai bahan yang digunakan dalam proses bleaching sebenarnya merupakan bahan yang reaktif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jika mukosa rongga mulut berkontak dengan carbamide peroxide 2 persen selama 60 detik sehari selama 3 hari saja sudah dapat secara nyata menyebabkan peradangan mukosa mulut. Padahal, at home bleaching membutuhkan waktu kontak lebih lama, yakni dalam hitungan jam, sehingga risikonya pun lebih besar.


Sumber: www.lifestyle.okezone.com

Comments

Popular posts from this blog

Waspadai Bercak Putih di Retina Mata Anak

BERCAK putih di retina mata anak bisa jadi penanda awal keganasan kanker bola mata. Ini harus segera diwaspadai. Jika dilihat sepintas, tak ada yang aneh dengan Abiyyu, 12 tahun. Seperti anak-anak lain seusianya, bocah lelaki kelas enam SD Surya Bahari, Tangerang, ini tampak ceria bermain petak umpet, ikut senam kesegaran jasmani di sekolah, bertanding sepak bola, dan menjaring serangga di lapangan. Bersama dua temannya, dia juga tampak kompak menyanyikan lagu Oke milik duo T2 sambil sesekali terdengar gelak tawa khas keceriaan anak-anak. Bercak Putih Pada Mata - Tanda Kanker Retina Lantas, apa yang berbeda dari Abiyyu? Di balik kacamata yang senantiasa dikenakannya, siapa sangka bila bocah bernama lengkap Achmad Abiyyu Sofyan ini hanya punya satu mata kiri untuk melihat. Empat tahun lalu, keganasan kanker bola mata membuat Abiyyu harus merelakan bola mata kanannya diangkat untuk kemudian digantikan mata palsu yang hanya kosmetik semata. "Kata dokter, kalau tidak diangkat,

"Kok, mata anakku sering berair, ya?"

PADA bayi, saluran air mata kadang belum sempurna. Pada saat normal, air mata keluar dari kelenjar lacrimalis (memproduksi air mata) yang bertujuan agar air mata selalu basah dan lembap. Kemudian, air mata ini keluar melalui saluran di bagian ujung mata bagian dalam (medial) dan masuk melalui hidung. Secara normal, kita tidak merasa air mata itu berproduksi terus karena produksi dan pengeluarannya teratur. Keadaan berubah bila produksi air mata bertambah, seperti menangis atau sumbatan pada pada pangkal hidung, sehingga air mata tersebut meningkat dan terlihat berair. Jika kondisi tersebut dialami si kecil, tentu Anda akan berpikir, mengapa bisa demikian? Apakah hal tersebut normal dialami oleh setiap bayi? Kata orangtua jaman dulu, biar cepet sembuh harus dijilat oleh sang ibu. Apakah teori itu benar? Lantas, bagaimana perawatannya?

Ditemukan, Vaksin AIDS pada Tubuh ODHA

PENELITI Amerika selangkah lebih dekat untuk mengembangkan vaksin melawan virus AIDS yang mematikan. Mereka menemukan antibodi yang mampu membunuh 91 persen virus HIV. Ilmuwan menemukan tiga antibodi kuat dalam sel tubuh seorang pria gay keturunan Afrika-Amerika berusia 60 tahun yang dijuluki Donor 45. Bahkan satu di antaranya adalah antibodi yang menetralisir lebih dari 91 persen virus HIV. Tubuh pria tersebut membuat antibodi secara alami. Demikian okezone lansir dari NY Daily News, Senin (12/7/2010). Dalam kasus Donor 45—yang antibodinya tidak menyelamatkan dirinya dari tertular HIV—peneliti menyaring sekira 25 juta sel untuk menemukan puluhan sel yang nantinya bisa menghasilkan antibodi yang kuat. Pria tersebut kemungkinan besar sudah tertular virus HIV sebelum tubuhnya mulai memroduksi antibodi. Hingga kini, ia masih hidup, dan telah mengidap HIV selama 20 tahun pada saat darahnya diambil.