Skip to main content

Bayi Lahir Caesar Rentan Penyakit

METODE persalinan nyatanya terkait erat dengan angka kesakitan, kematian ibu, dan juga kesehatan bayi. Penelitian menunjukkan, bayi yang dilahirkan dengan operasi caesar lebih berisiko terkena beragam penyakit.

Setiap bayi terlahir dengan sistem kekebalan tubuh yang belum sempurna. Mikrobiota dalam usus berperan penting dalam pematangan sistem daya tahan tubuh, terutama dalam membentuk toleransi oral dan mengurangi risiko alergi.

Hal itu yang membuat kesehatan usus dan saluran cerna lainnya sangat penting diperhatikan.
Pasalnya, dua pertiga sistem kekebalan tubuh berada dalam saluran cerna.



Penelitian yang dilakukan Profesor Patricia Conway dari University of New South Wales Australia, mengungkap, bayi yang terlahir dengan metode caesar membutuhkan waktu sekitar enam bulan untuk mencapai mikrobiota usus yang serupa dengan bayi lahir normal.

Padahal, kurangnya mikrobiota atau bakteri baik pada saluran cerna akan berpengaruh terhadap pertahanan tubuh dari mikroorganisme jahat atau patogen.

"Akibatnya, si bayi caesar memiliki risiko lebih tinggi terhadap berbagai jenis penyakit," ungkap Conway dalam talkshow tentang metode persalinan dan pengaruhnya di Hotel Gran Melia Jakarta, baru-baru ini.

Dia memaparkan, mikrobiota diperoleh manusia secara bertahap, mulai sejak lahir dari mikrobiota ibu dan lingkungan. Sayangnya, bayi-bayi yang lahir secara caesar kurang terpapar mikroba-mikroba saat dilahirkan. Si bayi lewat persalinan caesar acap kali terpapar antibiotika pada masa awal kehidupannya.

"Ragam faktor tersebut memengaruhi pembentukan mikrobiota dan komposisinya di saluran cerna sehingga pada akhirnya berdampak pada kesehatan bayi," ujar Conway.

Saat bayi lahir, saluran cerna normal nyaris steril, bebas kuman. Pada persalinan normal, bakteri dari ibu dan lingkungan sekitar membentuk kolonisasi pada saluran cerna anak. Dalam proses persalinan alami itu, bayi berpindah dari rahim yang nyaris steril ke lingkungan luar melalui proses yang lama dan melibatkan kontraksi berjam-jam.

Imbasnya, bayi pun kontak secara alami dengan mikroflora normal ibu, sehingga mikrobiota itu kemudian juga berkoloni di ususnya. Adapun mikrobiota pada saluran cerna bayi baru lahir yang memegang peran utama mengaktifkan sistem kekebalan tubuh adalah kelompok bifidobacteria dan lactobasilus.

Sebaliknya, proses persalinan dengan metode caesar dilakukan di ruangan steril. Bayi pun diambil langsung dari rahim ibu tanpa kontak dengan area rektum dan vagina ibu. Karena itu tidak ada kesempatan kontak dengan mikrobiota normal di jalan lahir.

"Padahal, mikrobiota secara normal terdapat pada vagina, usus, dan air susu ibu," sebut spesialis kebidanan dan kandungan dari Departemen Obstetri dan Ginekologi FKUI/RSCM Jakarta dr Andon Hestiantoro SpOG.

Selain itu, untuk menghindari infeksi pascaoperasi, ibu biasanya diberi antibiotik yang disalurkan ke bayinya melalui plasenta. Dampaknya, kolonisasi bakteri baik (probiotik) di saluran cerna terhambat.

Padahal inisiasi koloni bakteri yang diperoleh bayi saat persalinan normal berpengaruh kuat pada perkembangan dan pematangan sistem kekebalannya.

Akibat tidak terjadi kontak dengan jalan lahir ibu, yang sebenarnya merupakan "modal awal" senjata ketahanan tubuh, bayi yang terlahir melalui bedah caesar lebih rentan infeksi atau alergi.

Kemudian apa yang dapat dilakukan untuk selekasnya meningkatkan mikrobiota di usus bayi? Pada bayi normal yang diberi air susu ibu (ASI), bakteri probiotik mendominasi 99 persen mikrobiota usus. Sebagai makanan terbaik bagi bayi, ASI diketahui juga mengandung bakteri probiotik di samping karbohidrat tertentu yang mendukung pertumbuhan bifidobacteria.

"Ini berarti bahwa ASI tak hanya mendukung pertumbuhan bakteri menguntungkan saja, juga menyuplainya secara langsung ke bayi," sebut Conway.

Sayangnya, tak semua bayi beruntung mendapat ASI sebagai hadiah pertama kelahirannya di dunia. Banyak bayi yang tidak bisa mendapat ASI seperti pada kasus prematur. Jika demikian, asupan probiotik bisa dilakukan melalui suplementasi dan pemberian makanan yang tepat.


Sumber: www.lifestyle.okezone.com

Comments

Popular posts from this blog

Waspadai Bercak Putih di Retina Mata Anak

BERCAK putih di retina mata anak bisa jadi penanda awal keganasan kanker bola mata. Ini harus segera diwaspadai. Jika dilihat sepintas, tak ada yang aneh dengan Abiyyu, 12 tahun. Seperti anak-anak lain seusianya, bocah lelaki kelas enam SD Surya Bahari, Tangerang, ini tampak ceria bermain petak umpet, ikut senam kesegaran jasmani di sekolah, bertanding sepak bola, dan menjaring serangga di lapangan. Bersama dua temannya, dia juga tampak kompak menyanyikan lagu Oke milik duo T2 sambil sesekali terdengar gelak tawa khas keceriaan anak-anak. Bercak Putih Pada Mata - Tanda Kanker Retina Lantas, apa yang berbeda dari Abiyyu? Di balik kacamata yang senantiasa dikenakannya, siapa sangka bila bocah bernama lengkap Achmad Abiyyu Sofyan ini hanya punya satu mata kiri untuk melihat. Empat tahun lalu, keganasan kanker bola mata membuat Abiyyu harus merelakan bola mata kanannya diangkat untuk kemudian digantikan mata palsu yang hanya kosmetik semata. "Kata dokter, kalau tidak diangkat,

"Kok, mata anakku sering berair, ya?"

PADA bayi, saluran air mata kadang belum sempurna. Pada saat normal, air mata keluar dari kelenjar lacrimalis (memproduksi air mata) yang bertujuan agar air mata selalu basah dan lembap. Kemudian, air mata ini keluar melalui saluran di bagian ujung mata bagian dalam (medial) dan masuk melalui hidung. Secara normal, kita tidak merasa air mata itu berproduksi terus karena produksi dan pengeluarannya teratur. Keadaan berubah bila produksi air mata bertambah, seperti menangis atau sumbatan pada pada pangkal hidung, sehingga air mata tersebut meningkat dan terlihat berair. Jika kondisi tersebut dialami si kecil, tentu Anda akan berpikir, mengapa bisa demikian? Apakah hal tersebut normal dialami oleh setiap bayi? Kata orangtua jaman dulu, biar cepet sembuh harus dijilat oleh sang ibu. Apakah teori itu benar? Lantas, bagaimana perawatannya?

Ditemukan, Vaksin AIDS pada Tubuh ODHA

PENELITI Amerika selangkah lebih dekat untuk mengembangkan vaksin melawan virus AIDS yang mematikan. Mereka menemukan antibodi yang mampu membunuh 91 persen virus HIV. Ilmuwan menemukan tiga antibodi kuat dalam sel tubuh seorang pria gay keturunan Afrika-Amerika berusia 60 tahun yang dijuluki Donor 45. Bahkan satu di antaranya adalah antibodi yang menetralisir lebih dari 91 persen virus HIV. Tubuh pria tersebut membuat antibodi secara alami. Demikian okezone lansir dari NY Daily News, Senin (12/7/2010). Dalam kasus Donor 45—yang antibodinya tidak menyelamatkan dirinya dari tertular HIV—peneliti menyaring sekira 25 juta sel untuk menemukan puluhan sel yang nantinya bisa menghasilkan antibodi yang kuat. Pria tersebut kemungkinan besar sudah tertular virus HIV sebelum tubuhnya mulai memroduksi antibodi. Hingga kini, ia masih hidup, dan telah mengidap HIV selama 20 tahun pada saat darahnya diambil.