Skip to main content

Kegemukan Tingkatkan Risiko Kanker

JANGAN sampai Anda mengalami obesitas atau kegemukan. Berdasarkan penelitian, obesitas bisa meningkatkan risiko penyakit kanker.

Hasil penelitian yang dipublikasikan dalam jurnal The Lancet ini menggunakan analisis 141 studi, yang melibatkan 282.000 responden yang mengalami kegemukan. Ukuran kegemukan dalam penelitian itu dengan indikator indeks masa tubuh (body mass index/ BMI), yakni berat badan seseorang dalam kilogram diperbandingkan dengan tinggi badannya. Seseorang dengan BMI 25-29,9 dikategorikan sebagai kelebihan berat badan, sedangkan BMI 30 dan lebih dikategorikan sebagai obesitas.

Para peneliti menemukan bahwa setiap pencapaian BMI sebesar lima poin pada pria meningkatkan risiko kanker tenggorokkan 52 persen, kanker tiroid (terkait dengan kelenjar gondok) sebesar 33 persen, serta kanker usus besar dan ginjal sebesar 24 persen. Di antara wanita, apabila BMI-nya meningkat lima poin maka meningkatkan risiko kanker rahim sebesar 59 persen, kanker hati (59 persen), tenggorokan (51 persen), dan kanker ginjal (9 persen).

Meskipun memiliki persentase kecil, yang perlu diwaspadai adalah peningkatan angka BMI pada pria yang berisiko meningkatkan kanker usus besar, anus, dan kulit. Sementara itu, pada wanita, angka BMI itu akan menyebabkan kanker payudara, pankreas, tiroid, dan usus besar. Selain itu, angka risiko setara pada dua jenis kelamin adalah meningkatnya risiko leukemia, kanker kelenjar getah bening (non-hodgkin), serta kanker tulang sumsum (multiple myeloma).



Sudah sejak lama, obesitas diketahui amat terkait dengan penyakit kardiovaskular dan diabetes. Pada negara industri, fenomena obesitas tersebut sedang menjamur dan mewabah.

Berdasarkan estimasi, angka kematian akibat obesitas di Amerika Serikat (AS) telah melampaui angka kematian akibat merokok sejak 2005 lalu. Namun, hasil penelitian terbaru ini menunjukkan keterkaitan antara tubuh gemuk yang berlebihan dengan penyakit kanker. Berdasar beberapa laporan dari Lembaga Pendanaan Riset Kanker Dunia dan Lembaga Penelitian Kanker Amerika, beberapa waktu lalu, ada keterkaitan antara kanker tenggorokan, usus besar, ginjal, anus, dan payudara di antara wanita pada usia menopause.

Dalam sebuah laporan yang dipaparkan dalam jurnal The Lancet, ahli nutrisi dari Swedia Susanna Laron dan Alicja Wolk dari lembaga Karolinska di Stockholm memperkirakan bahwa kegemukan yang berlebihan bisa mengakibatkan perubahan level insulin, steroid jenis kelamin, dan hormon-hormon lainnya.

"Ini bisa berefek pada munculnya kerusakan sel (apoptosis), sebuah mekanisme yang membuat cacat sebuah sel bahkan menjadi bunuh diri. Sel kanker memiliki kemampuan untuk apoptosis, kemudian berkembang biak tanpa bisa dicegah," jelas Susanna.

Selain itu, akumulasi sel lemak juga bisa berkontribusi secara signifikan pada tumor khusus, seperti kanker hati dan tenggorokan. Sementara itu, hasil penelitian Rumah Sakit Anak Philadelphia AS menemukan bahwa orang dewasa yang kehilangan berat badan juga berisiko kehilangan masa tulangnya. Namun, pada anak-anak remaja, hal itu tidak berlaku.

Berdasarkan penelitian yang dipimpin Dr Nicolas Stettler dan dipublikasikan dalam jurnal kesehatan Obesity ini, anak-anak yang mengalami obesitas kemudian menjalani pengobatan penurunan berat badan, tidak akan berefek pada k0- esehatan tulang mereka. Penelitian itu melibatkan 62 anak-anak obesitas yang secara lengkap mengikuti program penurunan berat badan secara intensif selama satu tahun.

Dengan penyinaran sinar X, ternyata diketahui tidak terjadi perubahan kandungan mineral dalam tulang mereka. Masa tulang mereka masih tetap bertumbuh dan lebih tinggi jika dibandingkan anak-anak yang kurus. "Temuan kami memang sangat mengejutkan. Secara medis, pengobatan obesitas pada anak-anak tidak menyebabkan masalah pada kesehatan tulang," tutur Nicolas.


(sindo//tty)
Sumber: www.lifestyle.okezone.com

Comments

Popular posts from this blog

Waspadai Bercak Putih di Retina Mata Anak

BERCAK putih di retina mata anak bisa jadi penanda awal keganasan kanker bola mata. Ini harus segera diwaspadai. Jika dilihat sepintas, tak ada yang aneh dengan Abiyyu, 12 tahun. Seperti anak-anak lain seusianya, bocah lelaki kelas enam SD Surya Bahari, Tangerang, ini tampak ceria bermain petak umpet, ikut senam kesegaran jasmani di sekolah, bertanding sepak bola, dan menjaring serangga di lapangan. Bersama dua temannya, dia juga tampak kompak menyanyikan lagu Oke milik duo T2 sambil sesekali terdengar gelak tawa khas keceriaan anak-anak. Bercak Putih Pada Mata - Tanda Kanker Retina Lantas, apa yang berbeda dari Abiyyu? Di balik kacamata yang senantiasa dikenakannya, siapa sangka bila bocah bernama lengkap Achmad Abiyyu Sofyan ini hanya punya satu mata kiri untuk melihat. Empat tahun lalu, keganasan kanker bola mata membuat Abiyyu harus merelakan bola mata kanannya diangkat untuk kemudian digantikan mata palsu yang hanya kosmetik semata. "Kata dokter, kalau tidak diangkat,

"Kok, mata anakku sering berair, ya?"

PADA bayi, saluran air mata kadang belum sempurna. Pada saat normal, air mata keluar dari kelenjar lacrimalis (memproduksi air mata) yang bertujuan agar air mata selalu basah dan lembap. Kemudian, air mata ini keluar melalui saluran di bagian ujung mata bagian dalam (medial) dan masuk melalui hidung. Secara normal, kita tidak merasa air mata itu berproduksi terus karena produksi dan pengeluarannya teratur. Keadaan berubah bila produksi air mata bertambah, seperti menangis atau sumbatan pada pada pangkal hidung, sehingga air mata tersebut meningkat dan terlihat berair. Jika kondisi tersebut dialami si kecil, tentu Anda akan berpikir, mengapa bisa demikian? Apakah hal tersebut normal dialami oleh setiap bayi? Kata orangtua jaman dulu, biar cepet sembuh harus dijilat oleh sang ibu. Apakah teori itu benar? Lantas, bagaimana perawatannya?

Ditemukan, Vaksin AIDS pada Tubuh ODHA

PENELITI Amerika selangkah lebih dekat untuk mengembangkan vaksin melawan virus AIDS yang mematikan. Mereka menemukan antibodi yang mampu membunuh 91 persen virus HIV. Ilmuwan menemukan tiga antibodi kuat dalam sel tubuh seorang pria gay keturunan Afrika-Amerika berusia 60 tahun yang dijuluki Donor 45. Bahkan satu di antaranya adalah antibodi yang menetralisir lebih dari 91 persen virus HIV. Tubuh pria tersebut membuat antibodi secara alami. Demikian okezone lansir dari NY Daily News, Senin (12/7/2010). Dalam kasus Donor 45—yang antibodinya tidak menyelamatkan dirinya dari tertular HIV—peneliti menyaring sekira 25 juta sel untuk menemukan puluhan sel yang nantinya bisa menghasilkan antibodi yang kuat. Pria tersebut kemungkinan besar sudah tertular virus HIV sebelum tubuhnya mulai memroduksi antibodi. Hingga kini, ia masih hidup, dan telah mengidap HIV selama 20 tahun pada saat darahnya diambil.