KANKER leher rahim (serviks) merupakan salah satu penyebab kematian terbesar di Indonesia. Penyebabnya belum diketahui secara pasti, tetapi 95% kasus ditemukan HPV (Human Pappiloma Virus) positif. Untuk melakukan deteksi dini kanker leher rahim di antaranya dengan melakukan papsmear.
Papsmear merupakan pemeriksaan leher rahim (serviks) menggunakan alat yang dinamakan speculum dan dilakukan oleh bidan ataupun ahli kandungan. Pemeriksaan ini untuk mengetahui adanya HPV ataupun sel karsinoma penyebab kanker leher rahim.
Pertanyaannya kini, apakah jika melakukan papsmear setahun sekali bisa menyebabkan keputihan yang agak banyak hingga berwarna kuning agak kehijauan? Untuk menjawabnya, dr Ari Waluyo, SpOG dari Rumah Sakit Bersalin Asih memberikan penjelasan.
"Perlu diketahui, papsmear tidak menyebabkan keputihan. Keputihan dapat dibagi dalam dua golongan besar: keputihan fisiologis (normal) dan patologis (tidak normal). Keputihan dianggap normal bila cairan yang keluar cenderung jernih, kental seperti lendir serta tidak disertai bau atau rasa gatal," ungkap Dr Ari.
"Namun bila cairan yang keluar disertai bau, rasa gatal, nyeri saat buang air kecil atau warnanya sudah kuning atau kehijauan atau bercampur darah, maka ini dapat dikategorikan tidak normal," sambungnya.
Keputihan tidak normal, lanjut Dr Ari, bisa disebabkan oleh infeksi mikroorganisma seperti virus, bakteri, jamur dan parasit bersel satu Trichomonas vaginalis.
Infeksi virus, bakteri dan parasit bersel satu umumnya didapatkan saat melakukan aktivitas seksual. Sementara infeksi jamur Candida sp -secara normal ada dalam saluran cerna dan vagina- dapat terjadi karena pertumbuhan yang berlebihan akibat berbagai faktor, salah satunya kehamilan yang menimbulkan kondisi terjadinya penurunan imunitas tubuh dan juga vagina.
"Selain berbagai faktor di atas, keputihan juga bisa disebabkan karena iritasi akibat bahan pembersih vagina, iritasi saat berhubungan seksual, penggunaan tampon, dan alat kontrasepsi (kondom)," jelas dokter berkacamata itu.
Bila Terjadi Infeksi
Bumil rentan mengalami keputihan karena pada saat terjadi perubahan hormonal yang salah satu dampaknya adalah meningkatnya jumlah produksi cairan vagina dan penurunan keasaman vagina. Semua ini berpengaruh terhadap peningkatan risiko terjadinya keputihan, khususnya yang disebabkan oleh infeksi jamur.
Hal tersebut normal terjadi pada bumil selama tidak terdapat keluhan lain seperti gatal, rasa panas, cairan keputihan berbau, dan warna lendir yang berwarna kehijauan atau kuning.
"Bila terdapat keluhan di atas, misalnya berbau dan lendir berwarna kuning atau kehijauan, bisa jadi telah terjadi infeksi. Yang jelas, keputihan yang tidak normal harus mendapatkan pengobatan medis sesuai dengan penyebabnya," imbuh Dr Ari.
Atasi Keputihan
Sebaliknya, tak perlu panik bila keputihan yang dialami masih kategori normal. Yang penting adalah selalu membersihkan organ intim secara benar dan teratur. Cukup dengan membersihkan vagina dengan air bersih serta menjaga agar pakaian dalam tetap kering dan bersih setiap saat.
"Selain itu, jagalah kondisi badan agar tetap sehat dan hindari kondisi yang menurunkan daya tahan tubuh seperti kelelahan atau stres," tandas Dr Ari.
(Mom& Kiddie//nsa)
Papsmear merupakan pemeriksaan leher rahim (serviks) menggunakan alat yang dinamakan speculum dan dilakukan oleh bidan ataupun ahli kandungan. Pemeriksaan ini untuk mengetahui adanya HPV ataupun sel karsinoma penyebab kanker leher rahim.
Pertanyaannya kini, apakah jika melakukan papsmear setahun sekali bisa menyebabkan keputihan yang agak banyak hingga berwarna kuning agak kehijauan? Untuk menjawabnya, dr Ari Waluyo, SpOG dari Rumah Sakit Bersalin Asih memberikan penjelasan.
"Perlu diketahui, papsmear tidak menyebabkan keputihan. Keputihan dapat dibagi dalam dua golongan besar: keputihan fisiologis (normal) dan patologis (tidak normal). Keputihan dianggap normal bila cairan yang keluar cenderung jernih, kental seperti lendir serta tidak disertai bau atau rasa gatal," ungkap Dr Ari.
"Namun bila cairan yang keluar disertai bau, rasa gatal, nyeri saat buang air kecil atau warnanya sudah kuning atau kehijauan atau bercampur darah, maka ini dapat dikategorikan tidak normal," sambungnya.
Keputihan tidak normal, lanjut Dr Ari, bisa disebabkan oleh infeksi mikroorganisma seperti virus, bakteri, jamur dan parasit bersel satu Trichomonas vaginalis.
Infeksi virus, bakteri dan parasit bersel satu umumnya didapatkan saat melakukan aktivitas seksual. Sementara infeksi jamur Candida sp -secara normal ada dalam saluran cerna dan vagina- dapat terjadi karena pertumbuhan yang berlebihan akibat berbagai faktor, salah satunya kehamilan yang menimbulkan kondisi terjadinya penurunan imunitas tubuh dan juga vagina.
"Selain berbagai faktor di atas, keputihan juga bisa disebabkan karena iritasi akibat bahan pembersih vagina, iritasi saat berhubungan seksual, penggunaan tampon, dan alat kontrasepsi (kondom)," jelas dokter berkacamata itu.
Bila Terjadi Infeksi
Bumil rentan mengalami keputihan karena pada saat terjadi perubahan hormonal yang salah satu dampaknya adalah meningkatnya jumlah produksi cairan vagina dan penurunan keasaman vagina. Semua ini berpengaruh terhadap peningkatan risiko terjadinya keputihan, khususnya yang disebabkan oleh infeksi jamur.
Hal tersebut normal terjadi pada bumil selama tidak terdapat keluhan lain seperti gatal, rasa panas, cairan keputihan berbau, dan warna lendir yang berwarna kehijauan atau kuning.
"Bila terdapat keluhan di atas, misalnya berbau dan lendir berwarna kuning atau kehijauan, bisa jadi telah terjadi infeksi. Yang jelas, keputihan yang tidak normal harus mendapatkan pengobatan medis sesuai dengan penyebabnya," imbuh Dr Ari.
Atasi Keputihan
Sebaliknya, tak perlu panik bila keputihan yang dialami masih kategori normal. Yang penting adalah selalu membersihkan organ intim secara benar dan teratur. Cukup dengan membersihkan vagina dengan air bersih serta menjaga agar pakaian dalam tetap kering dan bersih setiap saat.
"Selain itu, jagalah kondisi badan agar tetap sehat dan hindari kondisi yang menurunkan daya tahan tubuh seperti kelelahan atau stres," tandas Dr Ari.
(Mom& Kiddie//nsa)
Comments