Skip to main content

Nonton Televisi Berisiko Ganggu Mental Anak

ANAK-ANAK yang menonton televisi dan bermain komputer lebih dari dua jam sehari berisiko tinggi mengalami gangguan psikologis. Sebuah peringatan bagi orangtua yang lalai membiarkan anaknya ”diperbudak” tayangan televisi.

Pengaruh media terhadap manusia, terutama bagi anak-anak, semakin besar. Teknologi saat ini semakin canggih dan intensitasnya semakin tinggi. Padahal, orangtua karena kesibukannya tidak punya waktu yang cukup untuk memperhatikan, mendampingi, dan mengawasi anak setiap waktu. Alhasil, anak lebih banyak menghabiskan waktu menonton televisi ketimbang melakukan hal lainnya.



Padahal, ”kotak ajaib” bernama televisi itu sedianya dirancang untuk menambah ilmu pengetahuan dan wawasan bagi siapa saja yang, memanfaatkannya. Namun belakangan, efek negatif lebih banyak disorot terhadap penggunaan televisi ini. Banyak anak malah belajar bahwa kekerasan itu dapat menyelesaikan masalah dari tayangan media elektronik.

Mereka juga belajar untuk terus duduk di rumah dan menonton, bukannya bermain di luar dan berolahraga. Hal ini tentu menjauhkan mereka dari pelajaran-pelajaran hidup yang penting, seperti bagaimana cara berinteraksi dengan teman sebaya, belajar cara berkompromi, dan berbagi di dunia yang penuh dengan orang lain.

Sebuah studi terbaru bahkan menunjukkan, anak yang menghabiskan waktu di depan televisi atau main komputer selama lebih dari dua jam dalam sehari berisiko lebih besar mengalami masalah psikologis dari anak lain yang waktunya kurang dari itu, bahkan jika anak-anak tersebut cenderung aktif secara fisik.

Penelitian yang dipublikasikan secara online pada Selasa (11/10) dan masuk dalam edisi cetak pada November mendatang di jurnal Pediatrics tersebut, menemukan fakta bahwa risiko gangguan psikologis akan meningkat sekitar 60 persen ketika anak-anak yang berusia antara 10 dan 11 tahun menghabiskan lebih dari dua jam sehari menonton televisi atau bermain di komputer.

”Anak-anak yang menghabiskan lebih dari dua jam per hari menonton televisi atau menggunakan komputer akan mengalami peningkatan risiko gangguan psikologis tingkat tinggi, bahkan terlepas dari bagaimana mereka aktif secara fisik,” kata peneliti utama studi tersebut Angie Page dari Centre for Exercise, Nutrition and Health Sciences di University of Bristol, Inggris, seperti dikutip dalam laman healthday.com.

Namun, para ilmuwan menekankan bahwa penelitian ini tidak bisa membedakan apakah paparan media elektronik tersebut yang menyebabkan kesengsaraan psikologis pada anak-anak atau apakah anak-anak yang sudah lama bermasalah yang memilih menghabiskan waktu lama menatap layar komputer atau televisi.

Seperti yang tertulis dalam latar belakang dalam studi ini, penelitian sebelumnya pernah mengaitkan hubungan konsumsi berlebihan menonton televisi dengan obesitas. Hasilnya, kedua hal tersebut yaitu kebiasaan menonton televisi dan menggunakan komputer telah ditengarai menjadi penyebab masalah psikologis anak dan meningkatnya gaya hidup sedentari yang tidak sehat, yaitu hanya duduk berjam-jam.

Page mengungkapkan, dia dan rekan-rekan penelitinya memutuskan untuk menjalankan studi ini karena sekarang diketahui bahwa lebih banyak aktivitas fisik tentu lebih baik bagi kesehatan fisik dan mental anak-anak. Namun, tidak jelas juga apakah bertambahnya aktivitas fisik seorang anak dapat mengompensasi dampak buruk yang terkait dengan menyaksikan tayangan televisi dan menggunakan komputer secara berlebihan.

Riset ini sendiri melibatkan lebih dari 1.000 anak-anak antara usia 10 dan 11 tahun. Anak-anak ini direkrut dari 23 sekolah di Bristol dan semua anak melaporkan sendiri penggunaan televisi dan komputer mereka. Para peneliti telah menyebar kuesioner bertajuk Strengths and Difficulties, yang dirancang untuk mengukur kesulitan psikologis mereka, seperti hiperaktif, kurangnya perhatian, masalah sosial, serta masalah perilaku.

”Gangguan psikologis yang diukur dengan kuesioner ini hampir tidak kentara,” kata Dr Alan Mendelsohn, seorang profesor pediatridi New York University School of Medicinedi New York City, Amerika Serikat.

”Ini (masalah kesehatan mental anak) adalah isu besar, seperti hiperaktif, kesulitan bergaul dengan teman sebaya, melakukan perbuatan tercela, dan jenis perilaku antisosial lainnya,” lanjutnya lagi.

Secara keseluruhan, kebanyakan anak-anak ini dilaporkan menghabiskan antara satu atau dua jam sehari menonton tayangan televisi dan bermain komputer untuk mendapatkan hiburan. Menurut penelitian ini, rata-rata anak laki-laki aktif duduk manis di depan televisi sekitar 83 menit per hari, sementara anak perempuan selama 63 menit.

Studi ini menemukan bahwa anak-anak yang menghabiskan lebih dari dua jam sehari menonton televisi atau menggunakan komputer berisiko lebih besar memiliki gangguan psikologis daripada anak-anak yang menghabiskan sedikit waktu di depan layar media elektronik ini. Anak-anak yang menonton lebih dari dua jam televisi dalam sehari memiliki 61 persen peningkatan risiko kesulitan psikologis. Sementara mereka yang menghabiskan lebih dari dua jam di komputer sekitar 59 persen lebih mungkin untuk mengalami masalah psikologis.



(Koran SI/Koran SI/ftr)
http://lifestyle.okezone.com

Comments

Popular posts from this blog

Waspadai Bercak Putih di Retina Mata Anak

BERCAK putih di retina mata anak bisa jadi penanda awal keganasan kanker bola mata. Ini harus segera diwaspadai. Jika dilihat sepintas, tak ada yang aneh dengan Abiyyu, 12 tahun. Seperti anak-anak lain seusianya, bocah lelaki kelas enam SD Surya Bahari, Tangerang, ini tampak ceria bermain petak umpet, ikut senam kesegaran jasmani di sekolah, bertanding sepak bola, dan menjaring serangga di lapangan. Bersama dua temannya, dia juga tampak kompak menyanyikan lagu Oke milik duo T2 sambil sesekali terdengar gelak tawa khas keceriaan anak-anak. Bercak Putih Pada Mata - Tanda Kanker Retina Lantas, apa yang berbeda dari Abiyyu? Di balik kacamata yang senantiasa dikenakannya, siapa sangka bila bocah bernama lengkap Achmad Abiyyu Sofyan ini hanya punya satu mata kiri untuk melihat. Empat tahun lalu, keganasan kanker bola mata membuat Abiyyu harus merelakan bola mata kanannya diangkat untuk kemudian digantikan mata palsu yang hanya kosmetik semata. "Kata dokter, kalau tidak diangkat,

"Kok, mata anakku sering berair, ya?"

PADA bayi, saluran air mata kadang belum sempurna. Pada saat normal, air mata keluar dari kelenjar lacrimalis (memproduksi air mata) yang bertujuan agar air mata selalu basah dan lembap. Kemudian, air mata ini keluar melalui saluran di bagian ujung mata bagian dalam (medial) dan masuk melalui hidung. Secara normal, kita tidak merasa air mata itu berproduksi terus karena produksi dan pengeluarannya teratur. Keadaan berubah bila produksi air mata bertambah, seperti menangis atau sumbatan pada pada pangkal hidung, sehingga air mata tersebut meningkat dan terlihat berair. Jika kondisi tersebut dialami si kecil, tentu Anda akan berpikir, mengapa bisa demikian? Apakah hal tersebut normal dialami oleh setiap bayi? Kata orangtua jaman dulu, biar cepet sembuh harus dijilat oleh sang ibu. Apakah teori itu benar? Lantas, bagaimana perawatannya?

Ditemukan, Vaksin AIDS pada Tubuh ODHA

PENELITI Amerika selangkah lebih dekat untuk mengembangkan vaksin melawan virus AIDS yang mematikan. Mereka menemukan antibodi yang mampu membunuh 91 persen virus HIV. Ilmuwan menemukan tiga antibodi kuat dalam sel tubuh seorang pria gay keturunan Afrika-Amerika berusia 60 tahun yang dijuluki Donor 45. Bahkan satu di antaranya adalah antibodi yang menetralisir lebih dari 91 persen virus HIV. Tubuh pria tersebut membuat antibodi secara alami. Demikian okezone lansir dari NY Daily News, Senin (12/7/2010). Dalam kasus Donor 45—yang antibodinya tidak menyelamatkan dirinya dari tertular HIV—peneliti menyaring sekira 25 juta sel untuk menemukan puluhan sel yang nantinya bisa menghasilkan antibodi yang kuat. Pria tersebut kemungkinan besar sudah tertular virus HIV sebelum tubuhnya mulai memroduksi antibodi. Hingga kini, ia masih hidup, dan telah mengidap HIV selama 20 tahun pada saat darahnya diambil.