Skip to main content

Mengenal Obesitas dan Underweight pada Anak

MELIHAT anak kecil dengan tubuh gempal dan pipi tembam, banyak orang berkomentar, "Ih...lucunya, gemesss deh!".

Eits, jangan salah moms! Hal yang menggemaskan tersebut bisa jadi mencemaskan. Sebaliknya, anak yang terlihat kurus tetap perlu perhatian ekstra. Alih-alih si kecil mengidap penyakit tertentu atau bahkan status gizinya buruk.

Supaya tak salah kaprah menilai berat badan si kecil, simak ulasan berikut:

Menurut Pediatric Academic Society (PAS), lebih dari sembilan juta anak di dunia berusia enam tahun ke atas mengalami obesitas. Sampai saat ini penyebab tingginya angka tersebut, khususnya di Indonesia, masih simpang siur. Para dokter harus puas dengan predikat "multikausal" sebagai penyebab obesitas.

"Umumnya kalau kedua orangtuanya obesitas, maka 70 persen anaknya berisiko obesitas. Bila hanya salah satu orangtua yang gemuk maka risikonya 40 persen. Sedangkan bila kedua orangtuanya tidak obesitas maka anak hanya berisiko 7-10 persen saja," kata dr Rusmala Deviani, SpA dari RS Zahirah Jakarta Selatan.

Ciri-ciri Obesitas

Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), obesitas merupakan keadaan indeks massa tubuh (IMT) anak yang berada di atas persentil ke-95 pada grafik tumbuh kembang anak sesuai jenis kelaminnya.

"Obesitas atau kegemukan dapat diartikan sebagai penimbunan jaringan lemak tubuh secara berlebihan. Secara klinis obesitas secara mudah dapat dikenali karena mempunyai tanda dan gejala yang khas antara lain wajah membulat, pipi tembam, dagu rangkap, leher relatif pendek, dada menggembung dengan payudara membesar yang mengandung jaringan lemak, perut membuncit, dinding perut berlipat-lipat serta kedua tungkai umumnya berbentuk X dengan kedua pangkal paha bagian dalam saling menempel dan menyebabkan lecet. Pada anak laki-laki, penis tampak kecil karena terkubur dalam jaringan lemak suprapubik," urai dr Endang Peddyawati, MS, SpGK dari RSUP Persahabatan, Jakarta Timur.

Perkembangan Bayi Terhambat

Ingatkah moms, akhir 2009 silam lahir 'bayi raksasa' yang bobotnya mencapai 8,7 kg di Medan?

"Fenomena bayi lahir dengan ukuran jumbo disebut fetal macrosomia. Kelahiran ini berisiko terhadap kesehatan bayi dan ibu. Salah satu penyebabnya diabetes gestasional yang menyerang saat kehamilan. Janin menerima pasokan gula berlebih dari ibunya yang diubah menjadi protein dan lemak sehingga membuatnya besar. Jika pada pemeriksaan berat badan dan bayi ditemukan besar sekali, maka perlu dilakukan induksi pada minggu ke-36 hingga 38 untuk mencegah komplikasi saat proes kelahiran," terang dr Trijatmo Rachimhadhi, SpOG (K) dari RSIA YPK Mandiri, Jakarta Pusat.

Konon akibat terlalu gemuk, proses perkembangan bayi bisa terhambat. "Misalnya terlambat duduk dan berjalan, dibanding bayi yang beratnya normal. Kaki bayi yang terlampau gemuk tidak mampu menahan berat badannya. Bayi dengan berat berlebih rentan mengalami obesitas di kemudian hari. Selain itu, dapat menimbulkan penyakit pernapasan dan umumnya kegemukan akan terbawa sampai dewasa jika sejak dini cara pencegahannya tidak diupayakan," jelas Rusmala.

Efek Obesitas

Penyakit yang timbul akibat obesitas ternyata tak sedikit, yaitu penyakit kardiovaskuler, diabetes mellitus, darah tinggi, jantung, liver, dan kantung empedu.

"Anak yang obesitas biasanya mengalami pubertas atau menarche dini. Mereka seringkali mengalami siklus menstruasi tidak teratur dan menghadapi masalah fertilitas pada usia dewasa kelak," papar Trijatmo.

Rusmala menambahkan, lambat-laun anak obesitas dapat menghadapi beragam gangguan. "Pertama, gangguan psikososial, rasa rendah diri, depresi, dan menarik diri dari lingkungan. Kedua, pertumbuhan fisik dan tulang dipacu lebih dari usia biologisnya. Misal usia 14 tahun, tinggi badan anak sudah mencapai 165 cm dan berat 75 kg. Tentu dengan tulang yang belum begitu kuat, berat berlebih bisa memengaruhi struktur tulang. Bentuk tulang bisa menjadi tidak normal. Ketiga, gangguan pernapasan seperti tidur ngorok dan sering mengantuk pada siang hari. Ini akan mengganggu konsentrasi di sekolah," ungkap Rusmala.

Pencegahan dan Penanganan Obesitas

Ada banyak cara mencegah kegemukan, salah satunya dengan mengatur pola makan seimbang sejak anak mengenal aneka ragam makanan.

"Bagi moms yang terlanjur memiliki anak obesitas, hendaknya tidak memaksakan diet ketat karena hal ini dapat mengganggu pertumbuhannya sekaligus membuat anak depresi!," ujar Peddy.

Ikuti langkah-langkah berikut:


  1. Kurangi mengonsumsi makanan cepat saji, makanan ringan dalam kemasan, minuman ringan, camilan manis atau makanan dengan kandungan lemak tinggi.
  2. Biasakan anak untuk sarapan, agar energi yang terkuras saat belajar di sekolah terpenuhi sekaligus mencegah makan berlebihan pada siang hingga malam harinya.
  3. Jangan terlalu banyak menggoreng makanan agar tidak terlalu banyak lemak yang dikonsumsi. Moms dapat mencoba mengukus, merebus atau memanggang makanan agar makanan lebih sehat.
  4. Biasakan anak makan di meja makan BUKAN di depan televisi atau komputer. Banyak orang tidak menyadari berapa banyak makanan yang sudah disantapnya bila ia makan sambil menikmati tayangan televisi atau di depan komputer.
  5. Batasi kegiatan menonton televisi, video game atau penggunaan komputer! Kegiatan ini membuat anak malas bergerak.
  6. Lakukan kegiatan yang memerlukan aktivitas fisik, namun tekankan pada aktivitasnya bukan olahraganya! Aktivitas bermain bebas seperti petak-umpet, tarik-tambang, lompat tali bisa menjadi cara jitu membakar kalori dan meningkatkan stamina. Bisa juga dengan merencanakan liburan bersama di pantai, kebun binatang atau taman sehingga anak mendapat lebih banyak porsi untuk berjalan kaki.


Serba-Serbi Underweight pada Anak

Kelebihan berat badan memang tak baik. Sebaliknya, kekurangan pun tetap memiliki dampak negatif.

Menurut Rusmala, fisik anak dikatakan kurus tak hanya berdasarkan berat badan saja tapi juga tinggi badan. Ada dua hal penting yang menyebabkan anak disebut kurus, yaitu kurus karena berat badannya kurang (menurut usia) sementara tinggi badannya sesuai atau kurang menurut usia. Kedua, kurus karena tinggi badannya lebih (menurut usia) sementara beratnya cukup (menurut usia).

"Anak kurus pada kriteria kedua bisa dikatakan sehat. Sedangkan anak kurus yang pertama dikatakan tak sehat karena berat badan dan bahkan tingginya pun kurang atau tak sesuai menurut umur," papar Rusmala.

Kendati kurus, berat badan anak harus naik setiap bulannya sesuai dengan umur. "Nah yang jadi masalah kalau anak kurus, beratnya tak naik-naik. Ini harus dicari penyebabnya. Bisa karena asupan nutrisinya kurang, aktivitas anak berlebih meski asupannya cukup dan bisa juga karena ada penyakit yang melatarinya sehingga asupan makanannya kurang," imbuh Rusmala.

Diagnosa Underweight

Berat badan merupakan salah satu parameter pertumbuhan seorang anak, di samping faktor tinggi badan. Karena itu terdapat istilah tumbuh-kembang pada anak. Tumbuh berarti bertambah besar sel-selnya dan kembang berarti bertambah matang fungsi sel-selnya.

"Bila anak kurus beratnya tak sesuai dengan berat badan ideal menurut umur, maka dikatakan pertumbuhannya kurang baik," ujar Rusmala.

Namun yang jelas, standar bagi anak laki-laki dan perempuan berbeda. Biasanya anak perempuan mempunyai berat badan lebih rendah dibanding anak laki-laki.

Untuk ukuran berat badan umumnya di Indonesia menggunakan parameter yang diadaptasi dari Amerika yaitu NCHS (National Centre for Health Statistic), ada juga yang menggunakan hitungan Departemen Kesehatan untuk konsumsi nasional, yaitu KMS (Kartu Menuju Sehat).

Hal yang harus diingat bahwa berat badan HARUS dikaitkan dengan usia dan tinggi badan. "Misal, anak perempuan 12 bulan dengan berat badan 7,2 kg dan tinggi badan 72 cm. Sedangkan berat badan rata-rata anak perempuan umur 12 bulan sekitar 9,6 kg. Jadi berat badan anak tersebut 75 persen dari berat badan rata-rata seusianya. Ini berarti anak tersebut termasuk gizi kurang. Tapi, jika dilihat dari tinggi badannya maka 72 cm (tinggi badan anak) : 74 cm (tinggi badan seharusnya) x 100 persen, maka tinggi badannya adalah 98 persen dari tinggi badan ideal. Ini berarti bila dilihat dari tingginya yang baik, maka anak tersebut termasuk gizi baik," tambah Rusmala.

Hal tersebut diamini Peddy, ia menyimpulkan, "Interpretasinya anak tersebut mengalami kekurangan gizi akut, karena berat badan kurang untuk berat badan rata-rata seusianya, tetapi tinggi badannya masih bagus. Namun andaikata tinggi badannya ikut terhambat maka dikatakan gizi kronik yang biasanya mencerminkan gizi buruk, artinya kekurangan gizi sudah berlangsung dalam waktu lama."

Temukan Penyebab Tubuh Kurus

Di Indonesia terdapat beberapa penyakit yang dapat menyebabkan anak kurus akibat tak mau makan, antara lain penyakit infeksi seperti infeksi paru-paru, infeksi saluran kemih, infeksi parasit dan sebagainya.

"Selama penyakitnya tak disembuhkan maka tetap akan kurus, sebab asupan makannya kurang karena anak tak nafsu makan dan berat badannya pun tak kunjung naik. Tapi bila penyakitnya disembuhkan, otomatis nafsu makan anak jadi membaik, lalu berat badan akan bertambah," terang Rusmala.

Selanjutnya, jika yang terjadi anak kurus dengan berat badan tak kunjung naik, tentu saja bisa dikatakan sehat dan bisa juga tidak. Oleh karena itu, harus dicari penyebabnya, berkaitan dengan faktor nutrisi atau non nutrisi.

Faktor nutrisi, misalnya Moms merasa sudah cukup memberi asupan makanan yang bergizi. Kuantitas dan kualitasnya baik sesuai dengan menu gizi seimbang yang mengandung karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral. Setelah dianalisis ternyata kuantitasnya masih kurang dari kebutuhan. Padahal setiap bulan seorang anak beratnya harus selalu ada kenaikan.

Rusmala memberi gambaran, saat anak berusia setahun beratnya tiga kali berat badan lahir dan usia dua tahun kira-kira empat kali berat badan lahir.

"Bila setiap bulan berat badannya mengalami peningkatan tapi tak memuaskan, maka harus dievaluasi kembali masukan nutrisinya dengan memperhitungkan pula aktivitas fisiknya. Apakah sudah cukup untuk mengantisipasi kelebihan aktivitasnya atau belum," ucapnya.

Trik Menaikkan Berat Badan Anak

Untuk membuat anak kurus menjadi gemuk, sangat bergantung penyebabnya. Bila lantaran penyakit maka harus disembuhkan dulu penyakitnya. Umumnya setelah sembuh, nafsu makannya akan membaik sehingga anak tak sulit makan.

Jika berat badannya tak kunjung naik berarti asupan makanannya tak memenuhi kebutuhan. "Selain itu pola makan, jadwal pemberian makan dan cara pemberiannya berpengaruh. Dalam hal jadwal makan harus diperhatikan waktunya. Ingat, perut anak kosong setiap 3-4 jam. Biasanya pemberian makan berkisar tujuh kali sehari yang terdiri tiga kali makanan padat dan selebihnya susu untuk anak usia 1 tahun ke atas."

"Jangan mentang-mentang ingin anaknya gemuk lalu dipaksa makan setiap jam, padahal belum waktunya makan. Hal itu malah tak sesuai dengan fisiologis atau keadaan fungsi normal pencernaannya!," imbuh Peddy.

Lalu Rusmala menggarisbawahi peranan vitamin. "Bila anak kurus yang sehat sudah mendapatkan makanan yang memenuhi kaidah gizi seimbang, tidak perlu diberikan vitamin lagi. Sebab vitamin dibutuhkan oleh anak dengan pola makan yang tak memenuhi kaidah gizi seimbang, tidak nafsu makan, sedang sakit atau baru sembuh dari penyakit. Jadi, vitamin bukan perangsang nafsu makan tapi meningkatkan nafsu makan kalau anak itu memang kekurangan vitamin dalam tubuhnya!."




(Mom& Kiddie//nsa)
http://lifestyle.okezone.com

Comments

Popular posts from this blog

Waspadai Bercak Putih di Retina Mata Anak

BERCAK putih di retina mata anak bisa jadi penanda awal keganasan kanker bola mata. Ini harus segera diwaspadai. Jika dilihat sepintas, tak ada yang aneh dengan Abiyyu, 12 tahun. Seperti anak-anak lain seusianya, bocah lelaki kelas enam SD Surya Bahari, Tangerang, ini tampak ceria bermain petak umpet, ikut senam kesegaran jasmani di sekolah, bertanding sepak bola, dan menjaring serangga di lapangan. Bersama dua temannya, dia juga tampak kompak menyanyikan lagu Oke milik duo T2 sambil sesekali terdengar gelak tawa khas keceriaan anak-anak. Bercak Putih Pada Mata - Tanda Kanker Retina Lantas, apa yang berbeda dari Abiyyu? Di balik kacamata yang senantiasa dikenakannya, siapa sangka bila bocah bernama lengkap Achmad Abiyyu Sofyan ini hanya punya satu mata kiri untuk melihat. Empat tahun lalu, keganasan kanker bola mata membuat Abiyyu harus merelakan bola mata kanannya diangkat untuk kemudian digantikan mata palsu yang hanya kosmetik semata. "Kata dokter, kalau tidak diangkat,

"Kok, mata anakku sering berair, ya?"

PADA bayi, saluran air mata kadang belum sempurna. Pada saat normal, air mata keluar dari kelenjar lacrimalis (memproduksi air mata) yang bertujuan agar air mata selalu basah dan lembap. Kemudian, air mata ini keluar melalui saluran di bagian ujung mata bagian dalam (medial) dan masuk melalui hidung. Secara normal, kita tidak merasa air mata itu berproduksi terus karena produksi dan pengeluarannya teratur. Keadaan berubah bila produksi air mata bertambah, seperti menangis atau sumbatan pada pada pangkal hidung, sehingga air mata tersebut meningkat dan terlihat berair. Jika kondisi tersebut dialami si kecil, tentu Anda akan berpikir, mengapa bisa demikian? Apakah hal tersebut normal dialami oleh setiap bayi? Kata orangtua jaman dulu, biar cepet sembuh harus dijilat oleh sang ibu. Apakah teori itu benar? Lantas, bagaimana perawatannya?

Ditemukan, Vaksin AIDS pada Tubuh ODHA

PENELITI Amerika selangkah lebih dekat untuk mengembangkan vaksin melawan virus AIDS yang mematikan. Mereka menemukan antibodi yang mampu membunuh 91 persen virus HIV. Ilmuwan menemukan tiga antibodi kuat dalam sel tubuh seorang pria gay keturunan Afrika-Amerika berusia 60 tahun yang dijuluki Donor 45. Bahkan satu di antaranya adalah antibodi yang menetralisir lebih dari 91 persen virus HIV. Tubuh pria tersebut membuat antibodi secara alami. Demikian okezone lansir dari NY Daily News, Senin (12/7/2010). Dalam kasus Donor 45—yang antibodinya tidak menyelamatkan dirinya dari tertular HIV—peneliti menyaring sekira 25 juta sel untuk menemukan puluhan sel yang nantinya bisa menghasilkan antibodi yang kuat. Pria tersebut kemungkinan besar sudah tertular virus HIV sebelum tubuhnya mulai memroduksi antibodi. Hingga kini, ia masih hidup, dan telah mengidap HIV selama 20 tahun pada saat darahnya diambil.