kacamata tebal itu dipakai oleh si batita? Yuk Moms kenali tandanya si
kecil membutuhkan kacamata dan bagaimana memilihkan kacamata yang
tepat untuk anak.
Faktor Keturunan dan Lingkungan
Menurut Dr Gusti G Suardana, SpM dari Jakarta Eye Center, ada dua
faktor penyebab anak memakai kacamata. Yaitu faktor keturunan dan
faktor lingkungan. Bila kedua orangtua menggunakan koreksi kacamata,
maka besar kemungkinan anaknya akan menggunakan kacamata juga. Namun
bila hanya salah satu orangtua yang menggunakan kacamata, peluang ini
akan lebih sedikit.
Lantas, bagaimana jika kedua orangtua si anak tidak memakai kacamata?
Jawabnya, tetap saja ada peluang bagi anak memakai kacamata. Artinya,
ini bukan lagi karena faktor turunan, melainkan faktor lingkungan.
Misal, kebiasaan menggunakan matanya untuk aktivitas dekat atau bahkan
sangat dekat secara berlebihan, seperti menonton TV terlalu dekat,
main game, bermain play station atau monitor komputer untuk bermain
game atau belajar. Akibatnya, jarak mata dan layar tidak terjaga
sehingga mempercepat anak-anak yang memang secara genetik memiliki
potensi kerusakan mata menjadi lebih cepat harus menggunakan kacamata.
Kalau begitu, melihat atau membaca dengan jarak dekat akan memicu
timbulnya minus? Ya! Menurut Dr Gusti, hal itu karena dengan melihat
terlalu dekat, anak harus melihat dengan akomodasi kuat. Artinya, ada
upaya mata untuk menyesuaikan diri terhadap stres. Alhasil, saat
melihat jauh, fokus akan jatuh di depan retina - dengan kata lain
myopia - sehingga membutuhkan kacamata minus untuk melihat jauh.
Cegah Mata Agar Tidak Cepat Rusak
Mengenai faktor keturunan, itu sudah harga mati. Namun kalau faktor
lingkungan, masih bisa kita cegah:
Jangan biarkan anak menggunakan matanya terlalu dekat secara
berlebihan. Diharapkan minus tidak muncul sangat dini, yang dapat
membuka peluang menjadi minus tinggi di kemudian hari dengan segala
konsekuensinya.
Bila si kecil matanya sudah terlanjur minus, segera periksakan ke
dokter untuk dipilihkan kacamata yang sesuai untuk membantu
penglihatannya. Karena untuk bisa sembuh dengan tidak memakai kaca
mata dan penglihatan menjadi normal kembali mungkin sulit. Kecuali
bila telah dewasa, bisa dilakukan bedah refraktif seperti lasik
seperti yang banyak dikenal saat ini. Dan itu pun dilakukan bila
minusnya memang sudah tidak berubah lagi.
Siapkan Mental Anak
Kacamata pada anak cenderung akan membatasi gerak-geriknya. Apalagi,
pada usia ini mereka sedang dalam tahap perkembangan fisik yang pesat.
Usia preschooler biasanya sedang senang-senangnya berlarian, atau
bermain role play seperti tokoh idolanya. Kacamata jelas akan
membatasi gerak anak.
Sehingga mereka cenderung tidak mau memakainya. Tentunya ini dapat
membuat minus mata anak bertambah. Atau ada anak-anak yang menjadi
tidak diajak bermain oleh temannya karena takut mengenai kacamatanya.
Hal ini dapat membuat anak menjadi minder atau kecil hati karena tidak
diajak bermain.
Menurut Septiana Runikasari dari Divisi Konseling dan Edukasi Lembaga
Psikologi Terapan Universitas Indonesia menuturkan ketika anak
didiagnosa harus menggunakan kacamata, maka secara mental ia memang
harus dipersiapkan mengenai hal-hal yang akan terjadi. Beri penjelasan
atau alasan ilmiah mengapa ia harus menggunakan kacamata, misalnya ada
kelainan bola mata, agar dapat melihat lebih jelas dan mengikuti
pelajaran di sekolah.
Biasanya ketika baru pertama kali memakai kacamata, seringkali anak
merasa minder, berubah menjadi pendiam, atau tidak mau bermain di luar
rumah. Jika anak 'ngambek' ketika diejek oleh teman-temannya karena
berkacamata, itu wajar. "Ajarkan anak untuk percaya diri, bahwa
berkacamata bukanlah cacat. Bisa saja dihibur bahwa berkacamata akan
menambah cantik atau ganteng," jelasnya. Kalau perlu beri contoh
tokoh-tokoh seperti dokter atau bapak Ibu guru yang menggunakan
kacamata. Dengan kacamata akan lebih jelas melihat, membaca dan
bermain sehingga prestasi anak akan menjadi lebih bagus.
7 Tanda Mata si Kecil Bermasalah
Membaca dan menonton TV terlalu dekat. Hal ini akan membuat mata
terakomodasi dan cepat lelah dan mempercepat terjadinya penurunan
visus mata. Tapi, tahukah Moms bahwa mungkin saja anak Anda 'terpaksa'
melakukannya karena jarak pandangnya sudah mulai menurun? Bisa jadi ia
membaca atau menonton terlalu dekat bukan cuma karena kebiasaan, tapi
karena memang matanya sudah mulai bermasalah.
Mengucek-ngucek mata dan cepat mengantuk. Gangguan visus akan membuat
objek yang jauh terlihat kabur. Anak akan merasa seperti melihat objek
yang berkabut. Lama kelamaan matanya menjadi lelah dan mengantuk.
Perhatikanlah tanda seperti ini. Tapi bukan berarti setiap anak yang
cepat mengantuk karena gangguan pada matanya. Ini hanya salah satu
penyebabnya.
Memicingkan matanya. Memicingkan mata saat melihat jauh merupakan
tanda yang signifikan adanya gangguan pada mata si kecil. Memicingkan
mata dilakukan untuk mengurangi paparan cahaya yang mengenai mata,
sehingga diharapkan objek akan terlihat dengan lebih jelas.
Biasanya dilakukan pada keadaan silau dan pada objek-objek yang jauh.
Jika si kecil melakukannya pada objek-objek yang relatif tidak perlu
memicingkan mata, curigai bahwa ada gangguan pada jarak pandangnya.
Menutup sebelah matanya. Gangguan visus kerap kali hanya mengenai
sebelah mata saja. Anak akan menemukan bahwa salah satu matanya bisa
melihat dengan lebih jelas ketimbang mata yang satunya.
Saat melihat objek jauh, ia akan mengandalkan mata yang sehat tersebut
dengan cara menutup matanya yang terganggu. Jika Anda menemukan
kebiasaan tersebut, jangan hanya sekedar menganggap bahwa si anak
melakukannya karena iseng, atau sedang bercanda, karena bisa jadi itu
merupakan salah satu tanda matanya sedang bermasalah.
Prestasi belajar menurun. Pernahkah Anda mendengar pendapat bahwa
anak-anak yang berkacamata itu lebih pintar ketimbang yang tidak? Hal
itu sebenarnya membuktikan bahwa mata punya peranan sangat penting
dalam menunjang proses belajar anak.
Bayangkan apa yang terjadi jika seorang anak diminta untuk mengerjakan
soal di papan tulis oleh gurunya, sedangkan ia tidak bisa membaca
dengan jelas tulisan di papan tulis? Besar kemungkinan ia tidak bisa
mengerjakannya bukan karena ia kebodohannya, melainkan karena ia tidak
bisa membaca soalnya. Guru tentu saja akan memberikan penilaian buruk
pada prestasinya, apalagi jika ternyata di mata pelajaran yang lainpun
demikian. Jika ia bisa melihat dengan jelas, tidak ada perbedaan
tingkat kecerdasan antara anak yang berkacamata dengan yang tidak.
Mengeluh pusing dan sakit kepala. Apa yang terjadi jika salah satu
mata bisa memandang dengan jelas, sedangkan mata yang satu lagi tidak?
Keluhan yang paling umum terjadi adalah pusing, dengan/tanpa sakit
kepala. Keluhan ini bukan semata-mata disebabkan oleh beban pelajaran
sekolah yang berat, tapi lebih dari itu mungkin disebabkan gangguan
pada matanya.
Mata sering berkedip, perih, dan berair. Anak akan lebih sering
mengedipkan matanya untuk menyingkirkan rasa berkabut di matanya.
Kebiasaan ini jika berlanjut maka ia akan merasa matanya perih dan
berair jika tidak berkedip. Kedipan ini akan mengurangi frekuensi
memicingkan mata. Bahkan ia bisa melihat lebih jelas dengan mata yang
basah, seperti sedang memakai kacamata.
(Mom& Kiddie//nsa)
http://lifestyle.okezone.com/read/2011/01/20/195/416226/kecil-kecil-kok-sudah-berkacamata
Comments