Skip to main content

Kanker Usus Besar, Hindari dengan Deteksi Dini

KANKER kolorektal menjadi salah satu penyakit yang perjalanannya lambat. Diperkirakan butuh waktu untuk terbentuknya kanker kolorektal itu adalah 15 hingga 20 tahun.

“Apabila seseorang terekspos dalam waktu lama dan tidak melakukan hal-hal yang melindungi, seperti mencegah, hindari rokok, tidak makan berlebihan, olahraga, dan sebagainya, maka jadilah kanker,” tandas ahli kanker dari Yayasan Kanker Indonesia (YKI), DR dr Aru Wisaksono Sudono SpPD KHOM.

Dijelaskan Aru, hampir sama dengan kanker yang lain, kanker kolorektal memerlukan waktu yang lama untuk berkembang, sekitar 10 hingga 25 tahun. Hal itu disebabkan oleh sebuah pertumbuhan yang tidak terkendali akibat pajanan (exposure) bahan-bahan karsinogenik di lingkungan. Dalam keadaan awalnya akan di ”koreksi” atau di ”eliminasi” oleh sistem surveilans dan “repair” tubuh. Bila sel tubuh terkena terus menerus, biasanya dalam jangka waktu lama, maka lama-kelamaan badan akan kalah dan kerusakan dengan pertumbuhan “ngaco” itu akan merajalela, maka jadilah kanker.



Karena itu, masyarakat dianjurkan melakukan deteksi dini melalui pemeriksaan darah yang ada dalam tinja dan kolonoskopi karena kecuali sebenarnya ada waktu untuk mencegah, pemeriksaan cermat dapat menghindari kanker stadium tinggi. ”Deteksi dini kanker kolon dianjurkan kepada mereka yang telah menginjak usia 50 tahun,” ucap dokter spesialis penyakit dalam (internis) sekaligus konsultan kanker, Dr Ronald Hukom SpPD KHOM.

Namun, Ronald menyarankan bagi mereka yang memiliki riwayat keluarga pernah terkena kanker ovarium, kolon, dan kanker paru, disarankan melakukan deteksi dini sebelum usia 50 tahun. Jadi, sebaiknya deteksi dini dilakukan sejak usia 40 tahun bagi yang memang memiliki riwayat kanker tersebut dalam keluarganya. Satu cara yang sederhana adalah dengan secara berkala memeriksakan kotoran atau feses, mencari darah samar yang dapat menandakan kehadiran kanker tersebut di usus besar.


”Untuk mereka yang berumur 50 tahun, dianjurkan untuk menjalani kolonoskopi dan diulang setiap sepuluh tahun,” sarannya.

Bagi mereka yang telah mengalami gejala, seperti perdarahan pada saat buang air besar dan tertutupnya jalan usus atau penyumbatan, deteksi dini sangat disarankan. Untuk menangani kanker usus besar, terapi bedah merupakan cara yang utama dan paling efektif, utamanya bila dilakukan pada penyakit yang masih terlokalisir.



Tetapi apabila sudah terjadi metastasis (penyebaran), penanganan menjadi lebih sulit. Dengan berkembangnya kemoterapi dan radioterapi pada saat ini, memungkinkan penderita stadium lanjut atau pada kasus kekambuhan untuk menjalani terapi adjuvan. Terapi adjuvan adalah kemoterapi yang diberikan setelah tindakan operasi pada pasien kanker stadium III guna membunuh sisa-sisa sel kanker.

“Biasanya berupa infus obat sitostatika (antikanker) dengan berbagai kombinasi, kadang-kadang dicampur dengan tablet atau oral tertentu,” ucap Ronald.

Sesuai dengan keadaan tumor pada saat ditemukan, kanker kolorektal dibagi menjadi 4 stadium atau tahapan, berdasarkan kedalaman lokasi di usus, terkena atau tidaknya kelenjar getah bening di luar usus besar, dan apakah sudah ada penyebaran di lokasi jauh seperti hati dan paru (metastasis). Stadium-stadium atau stadia tersebut mempunyai angka harapan hidup yang berbeda serta modalitas terapi yang berbeda pula.
Kanker kolorektal berjalan lambat dan dikhawatirkan akan menimpa siapa saja secara tibatiba dengan keadaan yang sudah kronis. Untuk itu, hindari faktor risiko, jaga kesehatan, tanamkan gaya hidup sehat menjadi tindakan yang sangat dianjurkan untuk menghindari penyakit ini.


(SINDO//tty)
http://lifestyle.okezone.com

Comments

Popular posts from this blog

Waspadai Bercak Putih di Retina Mata Anak

BERCAK putih di retina mata anak bisa jadi penanda awal keganasan kanker bola mata. Ini harus segera diwaspadai. Jika dilihat sepintas, tak ada yang aneh dengan Abiyyu, 12 tahun. Seperti anak-anak lain seusianya, bocah lelaki kelas enam SD Surya Bahari, Tangerang, ini tampak ceria bermain petak umpet, ikut senam kesegaran jasmani di sekolah, bertanding sepak bola, dan menjaring serangga di lapangan. Bersama dua temannya, dia juga tampak kompak menyanyikan lagu Oke milik duo T2 sambil sesekali terdengar gelak tawa khas keceriaan anak-anak. Bercak Putih Pada Mata - Tanda Kanker Retina Lantas, apa yang berbeda dari Abiyyu? Di balik kacamata yang senantiasa dikenakannya, siapa sangka bila bocah bernama lengkap Achmad Abiyyu Sofyan ini hanya punya satu mata kiri untuk melihat. Empat tahun lalu, keganasan kanker bola mata membuat Abiyyu harus merelakan bola mata kanannya diangkat untuk kemudian digantikan mata palsu yang hanya kosmetik semata. "Kata dokter, kalau tidak diangkat,

"Kok, mata anakku sering berair, ya?"

PADA bayi, saluran air mata kadang belum sempurna. Pada saat normal, air mata keluar dari kelenjar lacrimalis (memproduksi air mata) yang bertujuan agar air mata selalu basah dan lembap. Kemudian, air mata ini keluar melalui saluran di bagian ujung mata bagian dalam (medial) dan masuk melalui hidung. Secara normal, kita tidak merasa air mata itu berproduksi terus karena produksi dan pengeluarannya teratur. Keadaan berubah bila produksi air mata bertambah, seperti menangis atau sumbatan pada pada pangkal hidung, sehingga air mata tersebut meningkat dan terlihat berair. Jika kondisi tersebut dialami si kecil, tentu Anda akan berpikir, mengapa bisa demikian? Apakah hal tersebut normal dialami oleh setiap bayi? Kata orangtua jaman dulu, biar cepet sembuh harus dijilat oleh sang ibu. Apakah teori itu benar? Lantas, bagaimana perawatannya?

Ditemukan, Vaksin AIDS pada Tubuh ODHA

PENELITI Amerika selangkah lebih dekat untuk mengembangkan vaksin melawan virus AIDS yang mematikan. Mereka menemukan antibodi yang mampu membunuh 91 persen virus HIV. Ilmuwan menemukan tiga antibodi kuat dalam sel tubuh seorang pria gay keturunan Afrika-Amerika berusia 60 tahun yang dijuluki Donor 45. Bahkan satu di antaranya adalah antibodi yang menetralisir lebih dari 91 persen virus HIV. Tubuh pria tersebut membuat antibodi secara alami. Demikian okezone lansir dari NY Daily News, Senin (12/7/2010). Dalam kasus Donor 45—yang antibodinya tidak menyelamatkan dirinya dari tertular HIV—peneliti menyaring sekira 25 juta sel untuk menemukan puluhan sel yang nantinya bisa menghasilkan antibodi yang kuat. Pria tersebut kemungkinan besar sudah tertular virus HIV sebelum tubuhnya mulai memroduksi antibodi. Hingga kini, ia masih hidup, dan telah mengidap HIV selama 20 tahun pada saat darahnya diambil.