Skip to main content

Harapan Baru Pasien Neuroblastoma

PARA ilmuwan berhasil menemukan cara baru untuk meningkatkan kelangsungan dan harapan hidup bagi anak-anak penderita kanker neuroblastoma. Caranya menggunakan teknik imunoterapi atau kemoterapi yang bertujuan agar penyakitnya tak kambuh lagi.

Penyakit kanker dapat menyerang siapa saja. Tidak memandang jenis kelamin, usia, maupun status seseorang. Tak hanya orangtua, tapi juga bisa mendera anak-anak.
Menurut data International Agency for Research on Cancer (IARC), satu dari 600 anak di dunia di bawah usia 16 tahun menderita kanker. Diperkirakan, dalam waktu 10 tahun ini terjadi 9 juta kematian akibat kanker per tahun.

Dari total jumlah penderita kanker, 4 persen di antaranya anak-anak. Kanker pada anak merupakan 4,9 persen dari kanker pada semua usia. Kanker pada anak lebih banyak menyerang laki-laki (53,5 persen) daripada perempuan (46,5 persen). Salah satu jenis kanker yang sering menyerang anak-anak adalah neuroblastoma. Kanker ini menempati urutan kedua terbanyak setelah leukemia.



Kanker neuroblastoma adalah kanker yang merusak sistem saraf simpatik—saraf yang merespons stres. Pengobatan kanker pada jenis ini biasanya menjalankan prosedur kombinasi antara operasi, radioterapi, kemoterapi, dan transplantasi. Namun, dua penelitian terbaru yang diterbitkan di jurnal terkemuka dunia pada minggu ini mengemukakan cara baru untuk meningkatkan kelangsungan dan kualitas hidup bagi anak-anak penderita kanker neuroblastoma parah dan menengah.

Peneliti dari The Children’s Hospital of Philadelphia menemukan fakta bahwa jenis baru imunoterapi dapat meningkatkan kelangsungan hidup sebanyak dua tahun pada anak dengan kanker neuroblastoma parah. Terapi baru ini menggunakan “jasa” agen biologis untuk merangsang kekebalan tubuh sendiri untuk melawan penyakit.

Dengan ditemukannya perawatan ini, akhirnya dapat meningkatkan harapan hidup penderita sebesar 20 persen dibandingkan dengan hanya menjalankan perawatan standar. Hasil temuan ini merupakan kenaikan substansial pertama di tingkat kesembuhan yang disingkap oleh para peneliti selama lebih dari satu dekade.

Penelitian lain menyebutkan, uji klinis selama delapan tahun yang melibatkan pasien kanker neuroblastoma menengah yang dilakukan di University of California, San Francisco, Amerika Serikat, menunjukkan bahwa ada kemungkinan tingkat kelangsungan hidup pasien mengalami kenaikan sekitar 96 persen dengan menggunakan teknik kemoterapi, kurang dari yang sebelumnya diyakini.

Kemoterapi juga bisa menghindari penderita dari bahaya efek samping yang disebabkan obat kanker. Penelitian tentang imunoterapi tersebut didanai oleh The National Institutes of Health and the Food and Drug Administration (FDA). Sementara penelitian terkait kemoterapi dibiayai oleh The National Cancer Institute di semua negara bagian Amerika Serikat.

Hasil dua studi ini bisa dibaca dalam edisi 30 September 2010, jurnal New England Journal of Medicine. Berbicara tentang prosedur imunoterapi, penulis pendamping studi, Dr John M Maris, Direktur Center for Childhood Cancer Research di The Children’s Hospital of Philadelphia, Amerika Serikat, mengatakan seperti dikutip laman medicalnewstoday.com, “Kami berharap temuan ini akan mengubah praktik klinis, menetapkan standar tinggi baru pengobatan untuk penyakit yang sering mematikan ini.”

Maris juga duduk sebagai anggota komite neuroblastoma di The Children’s Oncology Group (COG), sebuah organisasi riset kooperatif yang berada di belakang dua studi ini. Dia juga menjadi penulis pendamping dalam penelitian soal kemoterapi, juga bergabung mendalami studi terkait imunoterapi.

Saat ini sekitar 6 dari 10 anak pasien kanker neuroblastoma sebenarnya berhasil diobati
dengan perawatan seperti bedah atau kemoterapi. Namun, kelanjutannya tidak begitu baik pada anak yang memiliki bentuk penyakit lain. Dokter memperkirakan, sekitar 40 anak setiap tahunnya di Inggris bisa mendapatkan keuntungan dengan pengobatan imunoterapi ini.

Pengobatan imunoterapi bekerja dengan cara mencari sel-sel neuroblastoma yang masih tetap bertahan meskipun sudah dilakukan pengobatan sebelumnya, kemudian memasukkan molekul antibodi spesifik di permukaannya. Antibodi ini akan memobilisasi sistem kekebalan tubuh anak untuk menyerang dan menghancurkan sel-sel neuroblastoma yang masih tersisa.

“Hasil awal dari penelitian di Amerika Serikat menunjukkan anak yang menerima perawatan imunoterapi memiliki kemungkinan terkena penyakit kanker lagi lebih kecil dibandingkan dengan anak yang tidak menerima perawatan ini. Diharapkan, perawatan ini bisa meningkatkan kelangsungan hidup anak nantinya,” ujar Dr Penelope Brock, konsultan onkologi pediatrik di Great Ormond Street Hospital, London, Inggris.



(Koran SI/Koran SI/tty)
http://lifestyle.okezone.com

Comments

Popular posts from this blog

Waspadai Bercak Putih di Retina Mata Anak

BERCAK putih di retina mata anak bisa jadi penanda awal keganasan kanker bola mata. Ini harus segera diwaspadai. Jika dilihat sepintas, tak ada yang aneh dengan Abiyyu, 12 tahun. Seperti anak-anak lain seusianya, bocah lelaki kelas enam SD Surya Bahari, Tangerang, ini tampak ceria bermain petak umpet, ikut senam kesegaran jasmani di sekolah, bertanding sepak bola, dan menjaring serangga di lapangan. Bersama dua temannya, dia juga tampak kompak menyanyikan lagu Oke milik duo T2 sambil sesekali terdengar gelak tawa khas keceriaan anak-anak. Bercak Putih Pada Mata - Tanda Kanker Retina Lantas, apa yang berbeda dari Abiyyu? Di balik kacamata yang senantiasa dikenakannya, siapa sangka bila bocah bernama lengkap Achmad Abiyyu Sofyan ini hanya punya satu mata kiri untuk melihat. Empat tahun lalu, keganasan kanker bola mata membuat Abiyyu harus merelakan bola mata kanannya diangkat untuk kemudian digantikan mata palsu yang hanya kosmetik semata. "Kata dokter, kalau tidak diangkat,

"Kok, mata anakku sering berair, ya?"

PADA bayi, saluran air mata kadang belum sempurna. Pada saat normal, air mata keluar dari kelenjar lacrimalis (memproduksi air mata) yang bertujuan agar air mata selalu basah dan lembap. Kemudian, air mata ini keluar melalui saluran di bagian ujung mata bagian dalam (medial) dan masuk melalui hidung. Secara normal, kita tidak merasa air mata itu berproduksi terus karena produksi dan pengeluarannya teratur. Keadaan berubah bila produksi air mata bertambah, seperti menangis atau sumbatan pada pada pangkal hidung, sehingga air mata tersebut meningkat dan terlihat berair. Jika kondisi tersebut dialami si kecil, tentu Anda akan berpikir, mengapa bisa demikian? Apakah hal tersebut normal dialami oleh setiap bayi? Kata orangtua jaman dulu, biar cepet sembuh harus dijilat oleh sang ibu. Apakah teori itu benar? Lantas, bagaimana perawatannya?

Ditemukan, Vaksin AIDS pada Tubuh ODHA

PENELITI Amerika selangkah lebih dekat untuk mengembangkan vaksin melawan virus AIDS yang mematikan. Mereka menemukan antibodi yang mampu membunuh 91 persen virus HIV. Ilmuwan menemukan tiga antibodi kuat dalam sel tubuh seorang pria gay keturunan Afrika-Amerika berusia 60 tahun yang dijuluki Donor 45. Bahkan satu di antaranya adalah antibodi yang menetralisir lebih dari 91 persen virus HIV. Tubuh pria tersebut membuat antibodi secara alami. Demikian okezone lansir dari NY Daily News, Senin (12/7/2010). Dalam kasus Donor 45—yang antibodinya tidak menyelamatkan dirinya dari tertular HIV—peneliti menyaring sekira 25 juta sel untuk menemukan puluhan sel yang nantinya bisa menghasilkan antibodi yang kuat. Pria tersebut kemungkinan besar sudah tertular virus HIV sebelum tubuhnya mulai memroduksi antibodi. Hingga kini, ia masih hidup, dan telah mengidap HIV selama 20 tahun pada saat darahnya diambil.