PERNAHKAH Anda mendengar bayi yang tampak sehat dan tak pernah sakit meninggal tiba-tiba? Kejadian bayi yang meninggal secara tiba-tiba itu disebut Sudden Infant Death Syndrome (SIDS).
Sejauh ini, belum diketahui secara pasti apa penyebab SIDS. Kematian itu benar-benar mendadak. Itulah mengapa disebut sindrom.
"Definisi tidak bisa dijelaskan penyebabnya. Unexpected. Tidak bisa dijelaskan penyebabnya. Makanya dikatakan sindrom," kata dr Elizabeth Hutapea, SpA dari Rumah Sakit Royal Taruma, Grogol, Jakarta Barat.
Sekali lagi, kematian ini benar-benar mendadak. Tak ada gejala sebelumnya. Biasanya data-data yang dikumpulkan dari anamnesis (wawancara dengan pasien) juga tidak menunjukkan hal yang aneh. Semua terlihat baik-baik saja.
"Kalau diamenesis, ya, itu enggak ada yang aneh. Beda kalau bukan sindrom. Kalau itu (bukan sindrom), meninggal tapi sebelumnya ada demam atau kelainan pada organ," imbuhnya.
Lalu bagaimana SIDS bisa terjadi? Mengingat ini adalah sindrom, semua teori yang merujuk pada SIDS bersifat hipotesis. Di luar negeri, kematian mendadak ini bisa dijelaskan setelah dilakukan otopsi pada mayat bayi.
"Batang otak ada hubungannya dengan sensitivitas dari kemo reseptor. Jadi, tubuh kita itu kan sebenarnya punya reaksi atau respon," jelas dr Elizabeth.
Pada keadaan normal, sensitivitas bekerja bila tubuh mendapatkan rangsangan dari lingkungan. Tapi pada kasus SIDS tidak demikian. Respon terhadap rangsangan dari lingkungan sekitar tidak cukup aktif atau bahkan tidak aktif bekerja. "Jadi respon dia terganggu. Respon terhadap rangsangan lingkungan," imbuhnya.
Contohnya, kebanyakan bayi normal akan merespon rangsangan dari luar dengan bernapas lebih cepat kalau jumlah oksigen di lingkungan sekitar sedikit. Begitu juga sebaliknya. Tapi pada kasus SIDS tidak demikian. Bayi akan menunjukkan tingkah yang normal dan tidak bereaksi walaupun oksigen sedikit. Atau juga sebaliknya.
"Itu (sensitivitas) yang terganggu. Anaknya sih fine aja. Tahu-tahu sudah mati aja," katanya.
Hingga saat ini tercatat bahwa bayi berusia 0-4 bulan rentan terhadap SIDS karena bayi dalam rentang usia tersebut masih sangat rentan terhadap rangsangan dari luar.
"Kalau bayi semakin muda usianya, kemampuan adaptasi terhadap lingkungan juga tidak sebaik pada anak-anak (lebih besar), meskipun normal. Apalagi sudah ditambah dengan adanya permasalahan pada sistem pusatnya, ya. Akan lebih rentan lagi," lanjut dr Elizabeth.
Berarti yang usia di atas 4 bulan aman? Ternyata tidak. Kemungkinan terjadinya SIDS tetap ada. "Enggak ada patokan bahwa pada usia lebih dari 4 bulan itu berarti aman. Tidak demikian. Jadi berdasarkan penelitian epidemiologi, yang meninggal karena SIDS itu kebanyakan bayi usia 0-4 bulan," terangnya.
Lantas bagaimana cara mencegah SIDS? Ini akan sulit dilakukan mengingat penyebabnya tidak diketahui. Tambahan lagi, tak ada orangtua yang secara pasti mengetahui adanya kelainan sistem pengaturan otonom di batang otak anaknya. Namun, dari kasus-kasus SIDS yang terjadi, sebenarnya bisa diketahui faktor-faktor risiko. Dengan demikian bisa dilakukan tindak pencegahan.
Berdasarkan penelitian, faktor-faktor risiko tersebut antara lain, bayi lahir prematur, riwayat SIDS dari saudara kandung, banyak anak, ibunya perokok, dan ibunya berusia muda. Dari sekian banyak, ada satu faktor yang diduga juga menjadi penyebab terjadinya SIDS, yaitu tidur tengkurap.
"Dulu ada penelitian di luar negeri. Dulu kan ada kecenderungan tidur posisi tengkurap. Ternyata tingkat kematian karena SIDS lebih tinggi. Kemudian ada kampanye untuk tidur telentang dan angka kematian karena SIDS menurun. Dan perbedaannya sangat berarti. Sehingga ada dugaan tidur tengkurap ada kaitannya dengan SIDS. Tetapi enggak bisa dijelaskan. Kemungkinan saat tidur tengkurap, bayi lebih susah bernapas. Mungkin ya," jelas Elizabeth.
Kemudian yang diduga masih berhubungan dengan sistem pernapasan adalah bantal atau selimut yang lembut. Menurut dr Elizabeth, Selimut atau bantal yang lembut cenderung mengikuti bentuk permukaan tubuh, sehingga bisa menutupi saluran pernapasan.
"Mungkin hubungannya dengan sistem pengaturan napas, ya. Jadi tertutup. Ketutup sedikit mungkin dia (bayi) enggak ada respon, diam saja. Kalau bayi yang enggak ada gangguan sensitivitas pengaturan napas, pasti dia akan heboh merespon. Paling enggak, menggeliat, atau berbunyi sehingga masih bisa tertolong. Nah, kalau bayi itu SIDS memang sensitivitasnya terhadap masalah kekurangan oksigen dan segala macamnya memang agak terganggu. Jadi, walaupun tertutup, dia akan tetap tenang saja. Tahu-tahu sudah meninggal," ungkapnya.
(Genie/Genie/nsa)
http://lifestyle.okezone.com
Sejauh ini, belum diketahui secara pasti apa penyebab SIDS. Kematian itu benar-benar mendadak. Itulah mengapa disebut sindrom.
"Definisi tidak bisa dijelaskan penyebabnya. Unexpected. Tidak bisa dijelaskan penyebabnya. Makanya dikatakan sindrom," kata dr Elizabeth Hutapea, SpA dari Rumah Sakit Royal Taruma, Grogol, Jakarta Barat.
Sekali lagi, kematian ini benar-benar mendadak. Tak ada gejala sebelumnya. Biasanya data-data yang dikumpulkan dari anamnesis (wawancara dengan pasien) juga tidak menunjukkan hal yang aneh. Semua terlihat baik-baik saja.
"Kalau diamenesis, ya, itu enggak ada yang aneh. Beda kalau bukan sindrom. Kalau itu (bukan sindrom), meninggal tapi sebelumnya ada demam atau kelainan pada organ," imbuhnya.
Lalu bagaimana SIDS bisa terjadi? Mengingat ini adalah sindrom, semua teori yang merujuk pada SIDS bersifat hipotesis. Di luar negeri, kematian mendadak ini bisa dijelaskan setelah dilakukan otopsi pada mayat bayi.
Dan hingga kini pada umumnya, SIDS disebabkan adanya kelainan pada pengaturan sistem otonom dalam tubuh. Padahal kita tahu bahwa sistem otonom dalam tubuh mencakup beberapa sistem, di antaranya sistem pengaturan napas, sistem pengaturan termal, dan sistem pengaturan pusat jantung. Dan yang paling penting, keterkaitan batang otak dengan sensitivitas dari reseptor.
"Batang otak ada hubungannya dengan sensitivitas dari kemo reseptor. Jadi, tubuh kita itu kan sebenarnya punya reaksi atau respon," jelas dr Elizabeth.
Pada keadaan normal, sensitivitas bekerja bila tubuh mendapatkan rangsangan dari lingkungan. Tapi pada kasus SIDS tidak demikian. Respon terhadap rangsangan dari lingkungan sekitar tidak cukup aktif atau bahkan tidak aktif bekerja. "Jadi respon dia terganggu. Respon terhadap rangsangan lingkungan," imbuhnya.
Contohnya, kebanyakan bayi normal akan merespon rangsangan dari luar dengan bernapas lebih cepat kalau jumlah oksigen di lingkungan sekitar sedikit. Begitu juga sebaliknya. Tapi pada kasus SIDS tidak demikian. Bayi akan menunjukkan tingkah yang normal dan tidak bereaksi walaupun oksigen sedikit. Atau juga sebaliknya.
"Itu (sensitivitas) yang terganggu. Anaknya sih fine aja. Tahu-tahu sudah mati aja," katanya.
Hingga saat ini tercatat bahwa bayi berusia 0-4 bulan rentan terhadap SIDS karena bayi dalam rentang usia tersebut masih sangat rentan terhadap rangsangan dari luar.
"Kalau bayi semakin muda usianya, kemampuan adaptasi terhadap lingkungan juga tidak sebaik pada anak-anak (lebih besar), meskipun normal. Apalagi sudah ditambah dengan adanya permasalahan pada sistem pusatnya, ya. Akan lebih rentan lagi," lanjut dr Elizabeth.
Berarti yang usia di atas 4 bulan aman? Ternyata tidak. Kemungkinan terjadinya SIDS tetap ada. "Enggak ada patokan bahwa pada usia lebih dari 4 bulan itu berarti aman. Tidak demikian. Jadi berdasarkan penelitian epidemiologi, yang meninggal karena SIDS itu kebanyakan bayi usia 0-4 bulan," terangnya.
Lantas bagaimana cara mencegah SIDS? Ini akan sulit dilakukan mengingat penyebabnya tidak diketahui. Tambahan lagi, tak ada orangtua yang secara pasti mengetahui adanya kelainan sistem pengaturan otonom di batang otak anaknya. Namun, dari kasus-kasus SIDS yang terjadi, sebenarnya bisa diketahui faktor-faktor risiko. Dengan demikian bisa dilakukan tindak pencegahan.
Berdasarkan penelitian, faktor-faktor risiko tersebut antara lain, bayi lahir prematur, riwayat SIDS dari saudara kandung, banyak anak, ibunya perokok, dan ibunya berusia muda. Dari sekian banyak, ada satu faktor yang diduga juga menjadi penyebab terjadinya SIDS, yaitu tidur tengkurap.
"Dulu ada penelitian di luar negeri. Dulu kan ada kecenderungan tidur posisi tengkurap. Ternyata tingkat kematian karena SIDS lebih tinggi. Kemudian ada kampanye untuk tidur telentang dan angka kematian karena SIDS menurun. Dan perbedaannya sangat berarti. Sehingga ada dugaan tidur tengkurap ada kaitannya dengan SIDS. Tetapi enggak bisa dijelaskan. Kemungkinan saat tidur tengkurap, bayi lebih susah bernapas. Mungkin ya," jelas Elizabeth.
Kemudian yang diduga masih berhubungan dengan sistem pernapasan adalah bantal atau selimut yang lembut. Menurut dr Elizabeth, Selimut atau bantal yang lembut cenderung mengikuti bentuk permukaan tubuh, sehingga bisa menutupi saluran pernapasan.
"Mungkin hubungannya dengan sistem pengaturan napas, ya. Jadi tertutup. Ketutup sedikit mungkin dia (bayi) enggak ada respon, diam saja. Kalau bayi yang enggak ada gangguan sensitivitas pengaturan napas, pasti dia akan heboh merespon. Paling enggak, menggeliat, atau berbunyi sehingga masih bisa tertolong. Nah, kalau bayi itu SIDS memang sensitivitasnya terhadap masalah kekurangan oksigen dan segala macamnya memang agak terganggu. Jadi, walaupun tertutup, dia akan tetap tenang saja. Tahu-tahu sudah meninggal," ungkapnya.
(Genie/Genie/nsa)
http://lifestyle.okezone.com
Comments