Kemajuan teknologi memungkinkan penelitian penyakit hingga tingkat molekul. Salah satunya sidik jari genetik guna mengetahui biang kanker prostat. Mengapa ada kanker yang hanya menyerang satu organ, dan mengapa ada juga yang menyebar ke organ lain?
Pertanyaan itulah yang terus menggelitik para ilmuwan medis dunia. Kanker prostat yang masih menjadi salah satu momok terbesar kaum pria pun turut menjadi sorotan. Satu dari enam pria Amerika terdiagnosis kanker prostat, dan diperkirakan 186.000 pria akan terdiagnosis tahun ini.
Pada sebagian besar penderita, penyakit ini hanya menyerang sebatas kelenjar prostat sehingga lebih mudah ditangani dan tidak begitu mematikan. Namun, pada beberapa kasus, kanker ini menjadi lebih agresif dan menjalar ke organ lain, atau menyebar hingga ke luar kelenjar prostat.
Sejumlah ilmuwan medis mencoba menyibak sebagian tabir penyakit ini melalui sidik jari molekuler, dengan harapan ditemukan penjelasan mengapa penyakit ini bisa bermetastasis (menyebar).
Dr Mark A Rubin, seorang ahli patologi dari Weill Cornell Medical College, meyakini bahwa terdapat dua gen yang bergabung membentuk format gen baru yang lantas memengaruhi munculnya tipe kanker prostat tertentu yang lebih agresif dan sensitif hormon.
Dalam artikel terbaru yang diterbitkan jurnal Institut Kanker Nasional, Rubin memaparkan contoh bagaimana hormon pria, yakni testosteron, dan hormon estrogen yang identik sebagai hormon wanita, dapat menstimulasi terbentuknya gen baru tersebut.
Bersama timnya, Rubin telah bereksplorasi bagaimana mekanisme tersebut dapat membantu kita memahami perkembangan kanker prostate secara agresif walaupun tanpa kehadiran hormon pria. Untuk keperluan penelitian terbaru ini, Rubin berkolaborasi dengan Dr Francesca Demichelis, ahli patologi dari Institute of Computational Biomedicine di Weill Cornell Medical College.
Mereka mengetes sampel darah dan membandingkan DNA dari 2.500 pria dengan dan tanpa kanker prostat. Mereka berharap dapat menemukan titik terang indikator genetik dari kanker prostat, terutama yang bersifat agresif. Kecurigaan adanya intervensi genetik mungkin juga sejalan dengan riwayat keluarga yang kerap dikaitkan dengan sejumlah kanker tertentu.
Banyak pasien terdiagnosis kanker prostat yang memiliki riwayat keluarga dengan kanker serupa. Hal tersebut konon menjadikan mereka berisiko lebih tinggi mengalami perkembangan keganasan penyakit ini. Akan tetapi, data tentang keterkaitan riwayat keluarga dengan hasil pengobatan kanker prostat masih kontroversial.
Sebuah studi yang dilansir dalam jurnal Radiasi Onkologi melaporkan, pada penderita kanker prostat yang diterapi dengan brakhiterapi, riwayat keluarga dengan kanker prostat tidak berpengaruh signifikan terhadap hasil pengobatan. Karakteristik patologiklinisnya juga hampir sama dengan pasien tanpa riwayat keluarga kanker prostat.
Dalam studi tersebut, peneliti dari Departemen Radiasi-Onkologi dan Urologi Sekolah Kedokteran Mount Sinai di New York, berupaya mencari jawaban apakah ada perbedaan antara kanker prostat yang ada unsur riwayat keluarga dan kanker prostat tanpa riwayat keluarga jika diterapi dengan brakhiterapi.
Peneliti melibatkan partisipan sebanyak 1.738 pasien kanker prostat, 187 di antaranya memiliki riwayat keluarga dengan kanker prostat. Mereka mendapati bahwa pada kelompok risiko rendah, menengah, dan tinggi, riwayat keluarga dengan kanker prostat tidak memiliki signifikansi pada pasien yang diterapi dengan brakhiterapi.
(sindo//lsi)
Sumber: OkeZone.Com
Pertanyaan itulah yang terus menggelitik para ilmuwan medis dunia. Kanker prostat yang masih menjadi salah satu momok terbesar kaum pria pun turut menjadi sorotan. Satu dari enam pria Amerika terdiagnosis kanker prostat, dan diperkirakan 186.000 pria akan terdiagnosis tahun ini.
Pada sebagian besar penderita, penyakit ini hanya menyerang sebatas kelenjar prostat sehingga lebih mudah ditangani dan tidak begitu mematikan. Namun, pada beberapa kasus, kanker ini menjadi lebih agresif dan menjalar ke organ lain, atau menyebar hingga ke luar kelenjar prostat.
Sejumlah ilmuwan medis mencoba menyibak sebagian tabir penyakit ini melalui sidik jari molekuler, dengan harapan ditemukan penjelasan mengapa penyakit ini bisa bermetastasis (menyebar).
Dr Mark A Rubin, seorang ahli patologi dari Weill Cornell Medical College, meyakini bahwa terdapat dua gen yang bergabung membentuk format gen baru yang lantas memengaruhi munculnya tipe kanker prostat tertentu yang lebih agresif dan sensitif hormon.
Dalam artikel terbaru yang diterbitkan jurnal Institut Kanker Nasional, Rubin memaparkan contoh bagaimana hormon pria, yakni testosteron, dan hormon estrogen yang identik sebagai hormon wanita, dapat menstimulasi terbentuknya gen baru tersebut.
Bersama timnya, Rubin telah bereksplorasi bagaimana mekanisme tersebut dapat membantu kita memahami perkembangan kanker prostate secara agresif walaupun tanpa kehadiran hormon pria. Untuk keperluan penelitian terbaru ini, Rubin berkolaborasi dengan Dr Francesca Demichelis, ahli patologi dari Institute of Computational Biomedicine di Weill Cornell Medical College.
Mereka mengetes sampel darah dan membandingkan DNA dari 2.500 pria dengan dan tanpa kanker prostat. Mereka berharap dapat menemukan titik terang indikator genetik dari kanker prostat, terutama yang bersifat agresif. Kecurigaan adanya intervensi genetik mungkin juga sejalan dengan riwayat keluarga yang kerap dikaitkan dengan sejumlah kanker tertentu.
Banyak pasien terdiagnosis kanker prostat yang memiliki riwayat keluarga dengan kanker serupa. Hal tersebut konon menjadikan mereka berisiko lebih tinggi mengalami perkembangan keganasan penyakit ini. Akan tetapi, data tentang keterkaitan riwayat keluarga dengan hasil pengobatan kanker prostat masih kontroversial.
Sebuah studi yang dilansir dalam jurnal Radiasi Onkologi melaporkan, pada penderita kanker prostat yang diterapi dengan brakhiterapi, riwayat keluarga dengan kanker prostat tidak berpengaruh signifikan terhadap hasil pengobatan. Karakteristik patologiklinisnya juga hampir sama dengan pasien tanpa riwayat keluarga kanker prostat.
"Pasien dengan riwayat keluarga kanker prostat dapat lebih percaya diri bahwasanya hasil pengobatan akan sama saja dengan pasien kanker prostat lainnya, tanpa memandang modalitas pengobatan yang mereka pilih," ujar kepala tim penulis studi, Christopher A Peters MD, dari Pusat Radiasi-Onkologi di Dunmore Pa.
Dalam studi tersebut, peneliti dari Departemen Radiasi-Onkologi dan Urologi Sekolah Kedokteran Mount Sinai di New York, berupaya mencari jawaban apakah ada perbedaan antara kanker prostat yang ada unsur riwayat keluarga dan kanker prostat tanpa riwayat keluarga jika diterapi dengan brakhiterapi.
Peneliti melibatkan partisipan sebanyak 1.738 pasien kanker prostat, 187 di antaranya memiliki riwayat keluarga dengan kanker prostat. Mereka mendapati bahwa pada kelompok risiko rendah, menengah, dan tinggi, riwayat keluarga dengan kanker prostat tidak memiliki signifikansi pada pasien yang diterapi dengan brakhiterapi.
(sindo//lsi)
Sumber: OkeZone.Com
Comments